Kamis, 26 Februari 2015

Jogja dalam Secangkir Kopi Joss



Berbicara tentang Jogja memang tidak pernah ada habisnya. Segala sisi kehidupan yang ada di Jogja mulai dari yang gelap hingga yang terang menarik untuk diperbincangkan. Apalagi sambil jagongan menikmati secangkir kopi di angkringan yang ada di Jogja. Dalam balutan suasana malam kota Jogja yang begitu khas, sambil menikmati secangkir kopi obrolan pun mengalir begitu saja. Mulai dari yang obrolannya serius, guyonan, nyleneh, hingga bahkan obrolan yang ngalor-ngidul nggak jelas arahnya. Semuanya terjadi dalam jagongan atau obrolan bersama secangkir kopi khas Jogja itu. 

Ialah kopi “joss”, yang tidak asing lagi bagi sebagian kalangan kopi-ers atau pecinta kopi Indonesia. Kopi joss khas Jogja merupakan kopi yang pada saat penyajiannya masih panas kemudian dicelupkan arang membara di dalamnya. Saat dicelupkan arang yang panas membara tersebut akan mengeluarkan bunyi ngejos: Jawa. Sehingga terkenal dengan sebutan kopi Joss. Aroma kopi Joss ini begitu khas karena berpadu dengan aroma arang. Anda tidak perlu khawatir mengenai kebersihan arang yang digunakan, karena arangnya langsung diambil dari anglo sehingga terjamin kebersihannya. Konon kopi joss ini juga bisa menjadi antioksidan yang berguna sebagai penyerap racun dalam tubuh. Entahlah? 

Kopi joss dapat dijumpai di Kota Jogja biasanya pada malam hari. Bila Anda penasaran dan tertarik untuk mencobanya, Anda bisa berkunjung ke angkringan yang terletak di dekat stasiun Tugu, agak ke timur dan persis di utara rel kereta. Dari arah Malioboro atau Stasiun Tugu, Anda bisa berjalan ke utara hingga menemukan jalan (gang) kecil ke arah barat. Di sekitar jalan (gang) kecil itulah pada malam hari biasanya banyak pedagang angkringan yang menjajakan kopi joss khas Jogja. 

Salah satu angkringan yang menjajakan kopi Joss yaitu Angkringan Lik Man. Angkringan Lik Man ini cukup legendaris dan terkenal. Konon pedagangnya merupakan generasi awal pedagang angkringan pertama di Yogyakarta yang berjualan sejak tahun 1950-an. Di sana para pengunjung bisa menikmati suasana khas malam di Jogja sambil nyruput mantapnya kopi joss. Tempat duduknya pun Anda bisa memilih sendiri, mau lesehan di tikar yang sudah disediakan atau duduk di dekat bakul. Terserah selera para pengunjung, yang jelas wajib menjaga budaya angkringan. Yaitu toleransi (tepo sliro), kemauan untuk berbagi dan menjaga perasaan orang lain (biso rumongso). 

Para pengunjung yang biasanya menyempatkan diri datang untuk menikmati kopi Joss di angkringan sederhana itu berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari para seniman, wartawan, mahasiswa, masyarakat umum, beberapa tokoh artis, hingga bahkan pejabat. Soal harga kopi khas Jogja ini Anda tak perlu khawatir, karena harganya sangat merakyat. Menikmati kopi Joss khas Jogja rasanya kurang lengkap tanpa mencicipi aneka panganan unik yang ada di angkringan. Seperti sego kucing dengan lauk oseng tempe atau sambal teri, jadah bakar, mendoan (tempe goreng tepung), tempe bacem, tahu susur, dan aneka gorengan lainnya. 

Anda penasaran dan ingin mencobanya? Datang saja langsung ke Jogja dan manjakan lidah Anda dengan mencicipi mantapnya kopi joss sambil mendengarkan nyanyian serta alunan musik khas para seniman jalanan kota Jogja. Pastikan menjadi pengalaman dan kenangan yang tak kan terlupakan. Selamat menikmati Kota Jogja dalam secangkir kopi joss.

Tak Sempurna Tapi Bermakna


Puisi untuk para sahabat "Anak Berkebutuhan Khusus" 
oleh : Cipta Wardaya 




Mereka terasing diantara keramaian
Mereka tertindas di alam kemerdekaan
Mereka terpasung di lembah kebebasan 
Dan mereka tercabik dalam kefakiran 


“Dan siapakah mereka itu kawan?” 
Mereka saudara kita! 
Namun mereka memiliki keterbatasan
Orang menyebutnya kecacatan 
 Bahkan ada yang tega mengatakan itu kutukan 
Entahlah! 


Mereka sama seperti kita 
Butuh makan saat lapar 
Butuh minum saat dahaga 
Butuh oksigen untuk bernafas 
Karena sejatinya kita memang bersaudara! 


Yang terkadang terlupa oleh kita adalah 
Mereka butuh dihargai 
Mereka ingin diakui eksistensinya 
 Sebagai manusia yang layak dan setara 


Coba renungkan kawan! 
Siapakah diantara kita yang mau terlahir cacat? 
Terhina dan terasingkan dari kehidupan manusia yang sok sempurna 
Padahal bukankah sejatinya kesempurnaan itu hanya milik Tuhan? 
Kita pun sok jadi hakim yang bisa memutuskan dan menghakimi mereka 
Dengan kata diskriminasi 


Padahal diskriminasi adalah sebuah kata-kata terkutuk 
Ia bagai racun ular paling berbisa di dunia 
Diskriminasi adalah penindasan di alam kemerdekaan 
Yang lebih kejam dari kemiskinan 


Yang mereka butuhkan adalah kesetaraan 
Bukan ejekan ataupun cemoohan 
 Mereka butuh pemberdayaan 
Bukan belas kasihan ataupun ibaan 


Don't Judge a book by cover

Sabtu, 05 Oktober 2013

Sudahkah Kita Mensyukuri Kekayaan Dari-Nya?

Banyak orang di dunia ini yang ingin cepat jadi orang kaya, hingga bahkan tidak sedikit yang berani menghalalkan segala cara untuk mencapainya. Kekayaan seseorang (dalam konteks materi) selama ini memang masih dianggap sebagai salah satu penentu “kasta” atau prestis seseorang di lingkungan masyarakatnya. Diakui atau tidak, orang kaya pada umumnya akan lebih disegani atau dihargai ketimbang orang yang kurang mampu (secara materi), walaupun tidak selamanya demikian. Bahkan terkadang ada orang kaya yang sikap dan perilakunya (maaf) kurang terpuji namun justru disanjung serta dipuja-puja di masyarakatnya. 

Tidak heran bila di muka bumi ini banyak orang ingin cepat jadi orang kaya. Sah-sah saja memang, toh tidak ada kok yang melarang. Asalkan dalam mencapainya dengan cara-cara yang benar, sportif dan tidak merugikan pihak lain. Masalahnya ambisi “ingin cepat jadi orang kaya” tersebut kerap kali membutakan mata hati seseorang. Akhirnya cara-cara instan yang cenderung negatif pun nekat digunakan. Mulai dari korupsi, penipuan, kecurangan, aksi culas, perampasan, aksi kejahatan, hingga bahkan klenik (perdukunan). Hasilnya kekayaan yang tidak membawa keberkahan. 

Padahal sebenarnya ambisi “ingin cepat jadi orang kaya” itu bagus sekali, apabila diniatkan untuk hal-hal yang positif. Seperti agar bisa naikin Haji orang tua, agar bisa diriin panti asuhan untuk anak yatim, agar bisa lebih banyak berderma, dan seterusnya. Tentunya ambisi tersebut mesti dibarengi kerja cerdas (profesional), pantang menyerah serta doa. Dengan begitu kekayaan yang diraih nantinya akan membawa keberkahan di dunia dan akhirat kelak. Yang mesti kita sadari bersama, sesungguhnya kekayaan materi yang kita raih bukanlah karena kehebatan diri kita dalam berusaha atau kerja keras. Namun karena anugerah dari Tuhan Yang Maha Kaya. 

Nah ngomong-ngomong soal kaya, disadari atau tidak sebenarnya kita semua adalah orang kaya, bahkan kaya sejak lahir. Anda boleh percaya boleh tidak, namun ini fakta. Penasaran ingin membuktikan? Silahkan siapkan sebuah kalkulator lalu “On” kan. Setelah itu siapkan secarik kertas dan pulpen/pensil. Nah sekarang tuliskan panca indra yang Anda miliki pada secarik kertas tersebut. Lalu tuliskan organ-organ tubuh yang Anda miliki dari yang terkecil hingga yang terbesar serta sistem syaraf dan kinerjanya. Ambil kalkulator kemudian coba Anda taksir dan kalkulasikan berapa nilai dari semua itu seandainya dirupiahkan. Kalkulator Anda tidak mungkin mampu menghitung nominal nilai dari semua itu. Karena nilainya bukan lagi milyaran atau trilyunan, namun tidak ternilai harganya. Right? 

Nah itulah karunia Tuhan dalam diri kita setiap manusia sejak lahir yang merupakan kekayaan kita sesungguhnya. Termasuk di dalamnya ialah kecerdasan, insting/instuisi, semangat, daya imajinasi, dan seterusnya. Yap, sejatinya kita semua diciptakan oleh Tuhan sejak lahir sebagai orang kaya! Hanya saja karena terlalu fokus pada apa yang tidak/belum kita miliki, kerap kali kita meremehkan bahkan “melupakan” kekayaan sesungguhnya yang selama ini telah ada dalam diri kita masing-masing. Tuhan tidak pernah menuntut kita untuk membayar sepeser pun nikmat dan karunia-Nya selama ini. 

Bersyukurlah kita masih bisa menikmati oksigen secara gratis saat tubuh sehat. Bahkan sehat pun adalah karunia Tuhan. Bersyukurlah kita masih bisa melihat indahnya dunia ini melalui sepasang mata yang merupakan pemberian cuma-cuma dari Tuhan. Bersyukurlah kita ketika diuji dengan kemiskinan, karena sesungguhnya kekayaan itu sudah ada dalam diri kita masing-masing. Bersyukurlah! Maka hati Anda akan tenang!  Hehe