Rabu, 30 Juni 2010

Isu Terkini Pendidikan Karakter di Indonesia


Banyak sekali isu-isu kontemporer pendidikan yang berkembang di Indonesia saat ini. Isu-isu tersebut menarik perhatian berbagai pihak, mulai dari para pendidik, pengamat, analis, praktisi pendidikan, hingga masyarakat luas. Kontemporer itu artinya kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini . Isu kontemporer pendidikan yang paling hangat saat ini adalah terkait "Pendidikan Karakter".

REVITALISASI PENDIDIKAN KARAKTER

Munculnya gagasan tentang pendidikan karakter pada akhir-akhir ini cukup menarik perhatian berbagai kalangan masyarakat. Tidak bisa dipungkiri pendidikan karakter memang sangat urgen bagi bangsa Indonesia, terutama untuk mempersiapkan generasi muda sebagai para calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Melalui pendidikan karakter diharapkan mampu mencetak para generasi abad 21 yang tidak hanya “pintar” logikanya, akan tetapi juga mewarisi karakter bangsa yang luhur. Untuk itulah revitalisasi pendidikan karakter menjadi sebuah program yang sangat penting.

Seperti kita ketahui bersama saat ini tampak begitu jelas dekadensi moral yang sedang menjangkit bangsa ini. Hasil survey terakhir terhadap pergaulan bebas pada remaja kita amat mengkhawatirkan. Kesadaran masyarakat akan budaya kebersihan semakin menurun. Kepedulian masyarakat terhadap lingkungan semakin memprihatinkan. Masih banyak masyarakat yang memanfaatkan sungai sebagai layaknya TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah hingga mengakibatkan bencana banjir. Budaya antre dan sopan-santun semakin pudar ditelan oleh arus zaman globalisasi. Materialistik, konsumerisme, hedonisme, sekulerisme dan individualistic kini secara perlahan tapi pasti telah menginternalized dalam masyarakat. Pelanggaran lalu lintas dan tata tertib menjadi budaya baru yang seolah mengokohkan sebuah anekdot bahwa “hukum dan tata tertib memang dibuat untuk dilanggar”. Di sisi lain kasus-kasus kekerasan, plagiarisme, illegal logging dan korupsi pun kian menjamur. Inilah beberapa fakta yang dapat menjadi pertimbangan dan renungan bangsa ini betapa urgen-nya moral and character building bagi terwujudnya bangsa Indonesia yang unggul dan beradab.

Dalam pelaksanaan pendidikan karakter memang tidak semudah yang kita bayangkan.  Butuh proses yang cukup lama dan SDM yang unggul dalam pengimplementasian-nya. Pendidikan karakter juga harus dilakukan secara holistic dan terintegrasi. Untuk itu pendidikan karakter tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada sekolah. Masyarakat perlu diberikan penyadaran bahwa pendidikan karakter merupakan tanggung jawab bersama. Menurut hemat penulis, untuk memaksimalkan tercapainya program pendidikan karakter sangat dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak dan lapisan masyarakat secara terpadu. Mulai dari pihak keluarga,
sekolah, lingkungan sosial masyarakat, institusi kepolisian hingga media cetak maupun elektronik yang turut berpengaruh dalam pembentukan karakter seorang anak.

Yang pertama pihak keluarga. Keluarga merupakan wahana pendidikan karakter yang paling utama bagi seorang anak. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini di dalam lingkungan keluarga. Usia dini merupakan masa emas yang sangat efektif bagi pembentukan karakter seseorang. Dalam hal inilah dituntut adanya kesadaran orang tua untuk menanamkan nilai-nilai karakter positif ke dalam jiwa anak mereka. Keluarga atau orang tua harus selalu memberikan nasihat-nasihat positif serta menunjukkan kesuritauladanan yang baik dihadapan anak mereka. Orang tua sebisa mungkin harus berusaha menciptakan kondisi rumah yang nyaman bagi anak mereka. Tentunya sebuah rumah yang dibalut dengan cinta, kasih sayang serta kultur demokratis di dalamnya.

Yang kedua pihak sekolah. Sekolah merupakan wahana yang sangat efektif sebagai tempat pembinaan dan pengembangan karakter secara terintegrasi melalui para pendidik di luar lingkup keluarga. Untuk itu diharapkan sekolah mampu menjadi motor penggerak dalam pembangunan karakter bangsa (moral and chaakter building). Untuk itu suasana dan kultur sekolah harus dikondisikan dimana nilai-nilai luhur amat sangat dijunjung tinggi oleh seluruh warga sekolah. Para pendidik harus selalu berusaha menunjukkan sikap kesuritauladanan yang positif dalam menghayati nilai-nilai luhur yang mereka ajarkan. Pendidik (guru) harus berusaha mengintegrasikan setiap matapelajaran yang diajarkan dengan nilai-nilai penghayatan yang perlu ditekankan kepada para siswa, ini sering dikenal dengan istilah hidden curriculum. Di samping itu menurut hemat penulis pendidikan karakter di sekolah juga perlu diintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan ekstra-kurikuler, semisal PMR, OSIS, Kepramukaan, pembinaan kerohanian, olahraga, bakti sosial, dll.

Yang ketiga lingkungan sosial masyarakat. Lingkungan sosial masyarakat sangat berpengaruh terhadap berhasil-tidaknya proses character building pada seorang anak. Untuk itu sekali lagi penulis tekankan perlu adanya penyadaran kepada masyarakat melalui berbagai media dan cara bahwa pendidikan karakter merupakan tanggungjawab kita bersama. Maka diharapkan masyarakat turut berperan aktif dalam menciptakan lingkungan sosial masyarakat yang kondusif serta kultur masyarakat yang mendukung bagi tumbuhkembang seorang anak.   

Yang keempat pihak institusi Kepolisian. Dalam implementasi pendidikan karakter tentu perlu adanya dukungan dan kerjasama dari institusi Kepolisian. Untuk itu harus dijalin kerjasama yang kuat antara pihak sekolah dan institusi Kepolisian. Kerjasama tersebut dapat meliputi berbagai hal, antaralain yaitu; penyuluhan tertib berlalu-lintas, gerakan sekolah bebas miras dan narkoba, swipping terhadap benda-benda terlarang (cd/gambar porno, HP ber-film porno, senjata tajam,dll), pelatihan kepemimpinan, penertiban terhadap siswa yang bolos pada jam-jam sekolah, pencegahan tawuran antar pelajar, dsb.

Yang kelima pihak Media (cetak maupun elektronik). Pengaruh media baik cetak maupun elektronik terhadap perkembangan mental dan moral (karakter) pada seorang anak sangat besar. Penulis pun sering mengamati adanya agresivitas yang berlebihan pada seorang anak setelah ia menonton sebuah film perang di TV. Bahkan dari data survey yang dilakukan oleh BKKBN terakhir menyebutkan bahwa cukup banyak remaja kita saat ini yang telah mempraktikan kissing, netting, petting hingga intercourse (knpi) yang pada umumnya terinspirasi dari tayangan yang diekspose melalui media contohnya TV, internet, majalah porno, video porno, dsb. Kebebasan pun sering kali disalahgunakan oleh media-media yang tidak bertanggungjawab demi mengejar keuntungan semata, tanpa mempedulikan dampak dari tayangan tersebut. Contohnya saja kini makin menjamur film-film bioskop horor yang dibumbui oleh pornografi dan pornoaksi. Di luar semua ini masih banyak lagi kasus-kasus lainnya yang perlu adanya kesadaran dan kepedulian kita bersama.

Itulah beberapa solusi yang dapat penulis rekomendasikan dalam rangka upaya revitalisasi pendidikan karakter bangsa Indonesia. Pada akhirnya Pendidikan Karakter (character building) sebagai upaya membangun keberadaban bangsa menjadi sebuah keharusan dan mendesak segera dilaksanakan. Jangan sampai ini semua berakhir sekedar wacana. Semoga...!

Isu Kontemporer Pendidikan di Indonesia

Isu-isu kontemporer pendidikan di Indonesia saat ini banyak sekali. Isu-isu tersebut berkembang begitu cepat dan pesat dengan adanya perkembangan ICT sekarang ini. Kontemporer artinya kekinian, modern atau sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama saat ini. Jadi isu kontemporer pendidikan  menurut penulis adalah isu-isu terkait dunia pendidikan yang tidak terikat lagi oleh aturan-aturan zaman dulu, dan berkembang sesuai zaman sekarang. Salah satu isu kontemporer pendidikan di Indonesia yaitu "Komersialisasi Pendidikan" .

Harus jujur diakui praktik komersialisasi pendidikan yang terjadi di Indonesia saat ini telah menjadi sebuah rahasia umum. Nampaknya gejala komodifikasi pendidikan itu telah menjangkit mulai dari jenjang playgroup hingga perguruan tinggi, baik itu swasta maupun negeri. Contohnya yang paling sederhana yaitu semakin mahalnya biaya untuk masuk ke sebuah perguruan tinggi sekarang ini. Belum lagi besarnya biaya sumbangan pengembangan institusi yang harus dibayarkan. Bahkan di kota-kota besar untuk sekedar masuk jenjang playgroup saja para orang tua harus rela mengeluarkan uang jutaan rupiah.

Adanya praktik komodifikasi atau komersialisasi pendidikan saat ini harus menjadi perhatian serius Pemerintah. Hal ini menunjukkan pengelolaan pembiayaan pendidikan yang ada saat ini masih jauh dari prinsip-prinsip yang telah ditetapkan di dalam UU Sisdiknas Tahun 2003. Dalam pasal 48 UU Sisdiknas dinyatakan bahwa pengelolaan pembiayaan pendidikan harus menegakkan prinsip-prinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas publik. 

Prinsip keadilan, artinya setiap warga negara berhak mendapatkan mutu dan pelayanan pendidikan yang layak tanpa adanya diskriminasi. Prinsip efisiensi, artinya adanya keselarasan antara biaya pendidikan yang dikeluarkan dengan pencapaian prestasi/tujuan yang dihasilkan. Prinsip transparansi, artinya dalam pengelolaan pembiayaan pendidikan harus terbuka kepada masyarakat tentang sumber-sumber dana dan penggunaanya. Prinsip akuntabilitas publik, artinya dalam pengelolaan pembiayaan pendidikan sejak perencanaan hingga dampak/produk yang dihasilkan dari pembiayaan pendidikan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan pada publik.

Pada akhirnya pengelolaan pembiayaan/pendanaan pendidikan yang berpijak pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas publik merupakan amanah konstitusi yang wajib kita laksanakan. Tentu untuk mewujudkan ini semua perlu adanya dukungan dan pengawasan (controlling) dari berbagai pihak, baik Pemerintah, stakeholder pendidikan dan seluruh komponen bangsa.

SUPERIORITAS MORAL

Menurut Carl G. Jung, sikap superioritas moral merupakan akar dari kebrutalan manusia yang akan membawa kerusakan di dunia. Masih menurut Jung, siapa saja yang merasa diri-nya paling bermoral, baik itu sebagai individu atau sebagai bangsa, biasanya akan sangat membenci keburukan yang ia lihat pada orang lain. Sehingga mereka yang memiliki “superioritas moral” biasanya meyakini bahwa membasmi keburukan yang ada di hadapan-nya adalah hal yang mulia.

Carl G. Jung memberikan contoh kekejaman Nazi dalam analisis-nya. Dalam kekejaman Nazi kala itu, banyak bangsa Jerman yang mengidentifikasikan diri-nya dengan kebesaran bangsa Aria. Waktu itu mereka konon meyakini bahwa bangsa Aria adalah bangsa yang terbaik. Hal itu-lah yang selalu dipropagandakan oleh Hitler, sehingga banyak yang mendukung kebijakan-nya saat itu. Walau tindakan Hitler sangat kejam, namun tetap dibenarkan oleh para pendukungnya yang meyakini bahwa tindakan Hitler didasari atas tujuan “mulia”. Superioritas moral sebuah bangsa memang sebuah ancaman bagi dunia ini, terutama jika superioritas moral itu ada pada bangsa-bangsa yang merasa di atas angin.

Salah satu contoh “superioritas moral” yang ada saat ini adalah (maaf) Amerika Serikat. Sudah lebih dari 100 tahun bangsa Amerika percaya pada superioritas moral-nya. Konon ini berlangsung sejak Menteri Luar Negeri Elihu Root, berkata pada tahun 1899 ketika perang Amerika-Spanyol berlangsung. Menurutnya kala itu tentara Amerika adalah “different from all other soldiers of all other countries since the world began. He is the advance guard of liberty and justice, of law and order and of peace and happiness”. Hal ini membuat bangsa Amerika semakin yakin bahwa Amerika adalah Negara yang paling bermoral diantara Negara-negara di dunia. 

Superioritas moral itu-lah yang membuat mereka kini menjadi bangsa yang paling disegani di dunia. Bahkan PBB pun seolah tunduk pada Amerika, terbukti banyak resolusi yang menyangkut kemerdekaan Palestina yang ditolak melalui veto Amerika. Merasa paling bermoral membuat Amerika seringkali tidak mau tunduk pada keputusan multilateral PBB. Mungkin mereka meyakini bahwa tunduk kepada Negara-negara lain yang tergabung di PBB (yang menurut Amerika moralitasnya lebih rendah), merupakan tindakan yang tidak bermoral. Ironis sekali…!

Pemerintah Amerika selama ini selalu mengaku bahwa AS merupakan Negara yang paling menjunjung tinggi nilai-nilai HAM, kebebasan, dan demokrasi. Sehingga Amerika mendeklarasikan Negara-nya sebagai “Polisi Dunia”. Sebagai “Polisi Dunia” seharusnya sudah menjadi kewajibannya menjaga keamanan dan ketertiban Dunia. Namun pada kenyataan-nya lagi-lagi Amerika sering kali merasa “paling suci”, hingga menyalahgunakan “kedigdayaan-nya” itu. Invasi ke negara Irak adalah salah satunya contonya.

Penulis melihat sepertinya bangsa Israel yang merupakan anak kesayangan dari negara Amerika pun tidak jauh dari sang induknya. Bangsa Israel merasa sebagai bangsa yang terbaik di dunia, hingga mereka mendapat dukungan penuh dari Amerika. Warga Gaza-Palestina pun selalu menjadi korban akan "superioritas moral" bangsa Israel yang didukung oleh Amerika. Tanpa ampun mereka bom bardir warga Gaza di tanah airnya sendiri. Anak-anak, perempuan, hingga tempat-tempat ibadah tak luput dari kebrutalan bangsa dengan "superioritas moral" nya itu.

Waspadalah selalu "superioritas moral" sebuah bangsa dan negara yang marak saat ini...! Tunggu kelanjutan-nya...

Jangan Salahkan Moral Generasi Muda, Mengapa?


Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa “jumlah anak-anak hanya 25% dari total penduduk, tetapi menentukan 100% masa depan bangsa”. Ungkapan tersebut menunjukkan betapa besarnya pengaruh generasi muda terhadap maju-mundurnya sebuah bangsa. Untuk itu kualitas generasi muda sangat berpengaruh terhadap kualitas sebuah bangsa. Manakala generasi mudanya “bobrok”, maka “bobrok” pula bangsa tersebut. Manakala generasi mudanya “latah”, maka “latah” pula bangsa tersebut. Sebaliknya manakala generasi mudanya jujur, tekun, sopan, cinta damai, kerja keras, dan bertanggungjawab, maka dipastikan akan baik pula kualitas bangsa tersebut.

Profesor pendidikan dari Cortland University, yaitu Prof. Thomas Lockona mengungkapkan bahwa ada “tanda-tanda zaman” yang harus diwaspadai karena konon kalau tanda-tanda itu sudah ada atau muncul pada sebuah bangsa, maka akan tiba kehancuran bangsa tersebut.Tanda-tanda yang dikemukakan oleh Prof. Thomas Lockona itu antaralain:

• Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja
• Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk
• Pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan
• Meningkatnya perilaku yang merusak diri, seperti narkoba, free seks dan alkohol
• Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk
• Penurunan etos kerja
• Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru
• Rendahnya rasa tanggungjawab individu dan warga Negara
• Ketidakjujuran yang begitu membudaya
• Rasa saling curiga dan kebencian di antara sesame

Maraknya kenakalan, tawuan, dan kriminalitas yang dilakukan oleh remaja akhir-akhir ini bisa jadi merupakan “tanda-tanda zaman” seperti yang dikemukakan oleh Prof. Cortland University. Mulai dari penyalahgunaan narkoba (drug’s), pergaulan bebas, tawauran pelajar & mahasiswa, dst merupakan sebagian kecil contoh yang masuk dalam indicator “tanda-tanda zaman” itu. Jika benar adanya demikian, rela-kah kita jika bangsa ini menuju jurang kehancuran seperti kata Prof. Cortland? Penulis yakin kita semua tidak ada yang mau bangsa-nya hancur, kecuali mereka yang telah mati hati nurani-nya.

Pada dasarnya seluruh manusia itu dilahirkan dalam keadaan fitri (suci). Tidak ada manusia yang dilahirkan untuk dipersiapkan menjadi teroris, perampok, preman, pembunuh, koruptor, atau penjahat-penjahat lainnya. Begitu pula dengan generasi muda bangsa, baik atau buruk akhlak mereka sangat bergantung pada bagaimana dididik dan dibesarkan dalam lingkungannya. Baik itu lingkungan keluarga, sekolah, komunitas, hingga lingkungan sosial masyarakat.

Penulis melihat terjadinya dekadensi moral pada generasi muda saat ini adalah merupakan cerminan moral dari para generasi tua-nya, tentu di samping dari efek globalisasi yang tidak bisa dipungkiri. Mengapa cerminan dari para generasi tua? Sebab berdasar teori sosiologi, setiap generasi muda akan meniru (bercermin) dari apa yang dilakukan oleh generasi tua-nya. Manakala moral generasi tua-nya rusak, maka rusak pula moral generasi muda-nya seperti yang terjadi sekarang ini. Maka dari itu sebelum menyalahkan para generasi muda, menurut hemat penulis lebih bijak bila para generasi tua pun mau instropeksi diri.

Penulis melihat selama ini kita hanya sibuk menyalahkan generasi muda yang mulai “bobrok” moral-nya, tanpa melihat dan menghayati factor-faktor yang menyebabkan-nya secara lebih bijak (seperti para mahasiswa Analisis Kebijakan Pendidikan UNY, hehe). Sebenarnya jika kita mau melihat lebih bijak, krisis moral yang melanda generasi muda kita saat ini, tidak bisa dilepaskan dari krisis “ketauladanan” di negeri ini. Penulis melihat Indonesia sekarang ini benar-benar sedang mengalami krisis “ketauladanan” yang bisa jadi ini-lah hulu dari aliran deras krisis multidimensi yang melanda bangsa akhir-akhir ini.

Tidak bisa dipungkiri kini Indonesia khususnya dalam bahasan ini para generasi muda sedang merindukan akan hadirnya sosok atau seorang tokoh manusia yang mampu menjadi suritauladan yang baik bagi mereka. Selama ini memang kita punya banyak tokoh-tokoh bangsa yang besar pengaruhnya terhadap generasi muda, seperti Soekarno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantoro, Tan Malaka, dst. Namun kini tokoh-tokoh bangsa kharismatik itu telah pergi. Dan sekarang penulis melihat generasi muda Indonesia butuh seorang tokoh bangsa yang kharismatik di zaman globalisasi ini.

Penulis melihat akibat dari “krisis kesuritauladanan” selama ini, membuat para generasi muda banyak yang merasa bingung terombang-ambing oleh zaman. Akhirnya mereka-pun mencontoh para tokoh-tokoh idola, mulai dari artis, pemain sepak bola, bintang-bintang film, tokoh-tokoh superhero, para penyanyi, anak band, dan tokoh-tokoh lain yang mereka kagumi. Memang bagus jika yang dicontoh hal-hal positif dari idola mereka itu, seperti kesuksesan dan keberhasilan-nya. Namun ironisnya kini banyak generasi muda yang meniru penuh hingga mengidentikkan diri mereka atas segala hal yang ada dan dilakukan oleh idola-nya itu. Mulai dari gaya berpakaian, gaya berjalan, cara bicara, dll. Yang dikhawatirkan banyak kalangan adalah manakala mereka menirukan idola yang tidak baik. Ini tentu akan membuat generasi muda menjadi tidak baik pula.

Rekomendasi atau solusi

Pada akhirnya krisis moral atau dekadensi moral generasi muda Indonesia merupakan tanggungjawab kita bersama. Tidak perlu saling melempar kesalahan, atau bahkan memvonis seseorang. Yang dibutuhkan saat ini yaitu sebuah solusi yang bijak. Solusi bijak yang dibutuhkan oleh generasi muda Indonesia saat ini, menurut hemat penulis yaitu “kesuritauladanan” yang baik dari para generasi tua serta pemimpin bangsa. Seperti kata pepatah “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Maka dari itu perlu adanya kesadaran seluruh komponen dan elemen bangsa untuk mewujudkan sebuah kultur yang menekankan salah satu-nya pada “kesuritauladanan” yang baik.

Kesuritauladanan yang baik terhadap generasi muda sangat urgen, dan harus segera dibudayakan kembali dalam masyarakat kita. Mulai dari keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh artis (dunia hiburan), dunia pendidikan, hingga pemimpin bangsa harus aktif andil bagian dalam hal ini. Jangan ada lagi miss komunikasi dan jurang pemisah antara generasi muda dan generasi tua seperti yang terjadi sekarang. Dari analisa penulis, akhir-akhir ini nampaknya ada komunikasi yang putus antara generasi muda dan generasi tua. Penulis merasa ada hubungan yang kurang harmonis diantara keduanya. Mungkin ini karena masih adanya ego yang besar diantara “kubu muda dan kubu tua”.

Kini kebanyakan generasi muda enggan bergaul dan “srawung” atau belajar dari generasi tua, karena beranggapan bahwa generasi tua kurang “GAUL”, ribet, cenderung bertele-tele, tidak bebas, dsb. Sedangkan generasi tua pun kini agaknya kurang peduli terhadap tuntutan generasi muda. Generasi tua justru hanya memvonis generasi muda, yang sering kali menimbulkan masalah sosial selama ini. Meruntut akar permasalahannya, sebenarnya ini menunjukkan adanya ego di keduabelah pihak hingga tidak adanya komunikasi antara mereka. Maka dari itu perlu digalakkan kembali komunikasi yang intens antara generasi muda dan generasi tua.

Harus diakui generasi muda masih butuh banyak pembelajaran dari generasi tua pendahulu. Untuk itu generasi tua sebagai yang lebih berpengalaman harus aktif membimbing, mengarahkan, serta memberikan pengayoman kepada para generasi muda, dan tidak hanya memberikan vonis ataupun sumpah serapah. Akhirnya teriring kata “Bersatulah generasi muda dan generasi tua demi kebangkitan bangsa Indonesia, DEMI KEJAYAAN NKRI…!”

PENDIDIKAN MORAL UNTUK GENERASI BANGSA


Melihat kondisi bangsa saat ini dimana banyak terjadi penyimpangan moral di kalangan remaja dan generasi muda, maka perlu adanya sebuah solusi bijak yang mampu mengatasi permasalahan ini hingga sampai ke akar-akarnya. Menurut penulis pendidikan merupakan media yang sangat efektif dalam mengatasi permasalahan dekadensi moral pada remaja dan generasi muda Indonesia sekarang ini. Salah satunya adalah melalui pendidikan moral di sekolah dan kampus, seperti di kampus UNY jurusan FSP.

Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu. Tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit.

Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat,dll.

Dalam pendidikan moral tidak dapat dilakukan hanya melalui ceramah, khotbah, atau cerita-cerita semata. Mungkin metode itu masih efektif sebelum memasuki zaman global seperti sekarang ini. Pendidikan moral melalui metode ceramah, khotbah, ataupun metode konvensional lainnya kini tidak efektif lagi jika diterapkan dalam pendidikan kita. Metode atau teknik-teknik demikian hanya akan menambah pengetahuan siswa ataupun mahasiswa, namun jarang sekali mampu merubah perilaku-nya.

Menurut Lickona dalam bukunya “Educating for Character” yang ditulis kembali oleh Paul Suparno, dkk (2002) , beliau menekankan pentingnya memperhatikan tiga unsur dalam menanamkan nilai moral, yaitu antara lain :

Yaitu kesadaran moral, rasionalitas moral atau alasan mengapa seseorang harus melakukan hal itu, suatu pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai moral. Pengertian atau Pemahaman Moral ini seringkali disebut dengan penalaran moral atau pemikiran moral atau pertimbangan moral. Itu merupakan segi kognitif dari nilai moral. Segi kognitif ini perlu diajarkan dalam pendidikan moral kepada siswa maupun mahasiswa, dimana pendidik membantu mereka untuk mengerti mengapa suatu nilai perlu dilakukan.

Dalam hal ini lebih menekankan pada kesadaran akan hal-hal yang baik dan tidak baik. Wujud kongkrit dari perasaan moral ini yaitu perasaan mencintai kebaikan dan sikap empati terhadap orang lain. Karena itu pendidik baik di sekolah maupun kampus, perlu memahami, megajarkan serta mengembangkan perasaan moral tersebut melalui pembukaan hati nurani dan penanaman sikap empati kepada para peserta didik

Yaitu kemampuan untuk melakukan keputusan dan perasaan moral kedalam perilaku-perilaku nyata. Tindakan-tindakan moral ini harus difasilitasi agar muncul dan berkembang dalam pergaulan remaja dan generasi muda sehari-hari. Menurut penulis di sekolah misalnya bisa difasilitasi melalui kegiatan bakti sosial, ROHIS (Kerohanian Islam), OSIS, Pramuka, PMR, dsb. Di kampus misalnya melalui kegiatan donor darah, kajian agama, pengajian rutin, kegiatan pengabdian masyarakat, dsb. Fasilitator-fasilitator itu perlu ditumbuhkan guna mendukung keberhasilan pendidikan atau pembelajaran moral di sekolah dan kampus.


Dekadensi Moral Generasi Bangsa

oleh Cipta Cinta Damai - Google - Blogger

Terjadinya dekadensi moral di kalangan remaja dan sebagian kecil mahasiswa pada akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan. Penggunaan narkotika (drug’s), perusakan fasilitas umum, tawuran antar pelajar dan mahasiswa, penipuan, perjudian, mabuk-mabukan, penganiayaan, pornografi & pornoaksi, perkosaan, hingga hamil di luar nikah yang berujung aborsi seolah sedang menyelimuti kehidupan remaja dan generasi muda kita saat ini. Bahkan belakangan ini kerap kali terjadi kasus (maaf) perkosaan oleh remaja berusia belasan tahun terhadap teman atau sahabat sebayanya sendiri. Ini tentu tidak bisa kita katakana sebagai hal yang biasa. Perlu segera dicari akar permasalahannya dan segera diputuskan solusi yang bijak.

Moralitas remaja dan generasi muda harus mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai pihak. Moralitas generasi bangsa akan sangat menentukan nasib negaranya di masa yang akan datang. Menurut Buchori (2002) di masa mendatang ini aka nada dua tantangan zaman yang harus dihadapi oleh generasi muda Indonesia. Pertama, tantangan untuk memulihkan kehidupan bangsa dari kekacauan yang ada sekarang ini. Kedua, tantangan menghadapi persoalan-persoalan yang lahir dari situasi global yang berkembang pada saat ini dan di masa-masa yang akan datang.

Maka muncullah berbagai pertanyaan di benak kita, juga penulis sendiri sebagai generasi muda Indonesia. Apakah generasi muda sekarang sudah menyadari betul tantangan zaman yang akan mereka hadapi kelak? Apakah para generasi muda sekarang mampu bertahan menghadapi serangan “badai demoralisasi” yang semakin mengerikan itu? Apakah para generasi muda sekarang mampu memulihkan kehidupan bangsa dari segala kekacauan dan kekerasan, sedang kini mereka sendiri lebih suka menyelesaikan permasalahan dengan otot, bukannya otak.

Kita sebaiknya jangan buru-buru memberikan vonis kepada para remaja dan generasi muda, sebelum kita ketahui asal-usul dan akar permasalahan dari dekadensi moralitas yang melanda mereka. Menurut Buchori (2002) segala kekalutan yang dihadapi anak bangsa saat ini merupakan akibat kumulatif dari kesalahan-kesalahan dalam mengambil keputusan politik oleh generasi-generasi yang telah lalu. Karena kesalahan-kesalahan tadi tidak segera terkoreksi, maka akhirnya menumpuk menjadi rangkaian persoalan yang tidak terselesaikan dan menimbulkan krisis.


Selasa, 29 Juni 2010

SERANGAN "BADAI DEMORALISASI BANGSA" ABAD 21

oleh Cipta Cinta Damai - Google - Blogger

Pada akhir-akhir ini nampaknya bangsa Indonesia benar-benar sedang dilanda oleh “badai demoralisasi bangsa”. Hal itu terlihat dari semakin meningkatnya kasus-kasus amoralitas yang seringkali kita saksikan dari Televisi, media cetak maupun media-media elektronik lainnya. Di berbagai media baik lokal maupun nasional hampir setiap hari selalu ada berita terkait kasus-kasus yang semakin mempertegas adanya “badai demoralisasi bangsa”. Mulai dari kasus pembunuhan, kasus pelecehan, kasus video mesum atau pornografi dan pornoaksi, kasus penculikan, kasus perampokan, kasus terorisme, kasus korupsi, dsb.

Mengurai dan menyususri akar dari segala permasalahan demoralisasi bangsa yang terjadi saat ini akan mengantarkan kita pada banyak sekali sebab dan faktor. Tentu tidak mungkin ada api kalau tidak ada asap. Demikian pula demoralisasi yang sedang melanda bangsa ini, pasti ada sebab-sebabnya. Maka dari itu dalam menyikapi segala kasus yang merupakan dampak demoralisasi bangsa ini, kita semua harus menggunakan hati nurani dan kepala dingin. Dan jangan sampai terjadi main hakim sendiri, apalagi (maaf) merasa kita yang paling suci dan benar sendiri.

Di samping itu, dalam menyikapi segala kasus amoralitas yang sedang melanda bangsa ini, jangan sampai kita hanya sibuk mencari siapa yang patut disalahkan, atau bahkan sibuk saling menyalahkan. Jika kita hanya sibuk saling menyalahkan, penulis khawatir energi bangsa ini akan terkuras hanya untuk sebuah masalah. Maka silahkan saja cari siapa yang salah, dalam arti untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum. Namun jangan sampai berlarut-larut tenggelam pada satu permasalahan hingga melalaikan permasalahan-permasalahan dan tantangan-tantangan yang harus bangsa ini hadapi.

Perlu kita sadari yang sering kali bangsa ini lupakan adalah pembelajaran dari setiap kasus dan permasalahan yang terjadi. Setiap kasus dan permasalahan yang terjadi selayaknya kita jadikan pembelajaran berharga dalam mengarungi kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Jangan sampai kasus yang serupa terjadi di lain waktu. Saatnya-lah bangsa ini untuk instropeksi diri. Mari BANGKIT, mari INSTROPEKSI...!

Sabtu, 26 Juni 2010

MEMBONGKAR MAFIA PENYESATAN “GAULISASI”

Persembahan 21 Tahun Cipta Cinta Damai – Untuk Indonesia
Pada saat ini khususnya para generasi muda dan remaja Indonesia nampaknya telah terjebak pada gelar “GAUL” yang menyesatkan. Tanpa di sadari kini kita para generasi bangsa telah dibius perlahan-lahan oleh sebuah peradaban sekuler dan kapitalis, yang menjadikan “GAUL” sebagai sebuah gelar prestice bagi kawula muda. Kawula muda sangat bangga manakala dibilang “GAUL”, dan dari trend “GAUL” tersebut-lah tanpa disadari ada sebuah nilai-nilai baru yang berhasil diselundupkan oleh peradaban sekuler dan kapitalis ke dalam fikiran generasi muda Indonesia.

Peradaban sekuler dan kapitalis melalui sistem yang mereka bangun nampaknya kini benar-benar sukses “meracuni” fikiran generasi muda Indonesia sampai-sampai tak sadarkan diri. Perlu kita sadari bersama, nampaknya ini merupakan sebuah bentuk inovasi penjajahan yang baru. Penjajahan terhadap Indonesia kini tidak lagi melalui perang senjata, namun penjajahan yang lebih canggih lagi.Yakni penjajahan berbasis sosio-kultural, penjajahan berbasis teknologi, penjajahan berbasis agama, dsb.

Konotasi “GAUL” menurut penulis kini telah menjadi penjajahan dalam bentuk baru yang “dipoles” sebegitu menarik dan mempesona, hingga mampu membius kita para generasi muda Indonesia. Bahkan penulis amati sebagian besar generasi muda kita sekarang ini semakin dimabuk-kepayang akan gelar “GAUL” yang menyesatkan itu. Dari analisa penulis penjajahan melalaui “GAULisasi” itu dikemas dalam berbagai bentuk. Misal melalui gaya hidup, kita tahu kini generasi muda Indonesia banyak yang merasa “GAUL” ketika sudah memakai pakaian “made in non-Indonesia”. Bahkan mungkin sampai-sampai daftar harganya yang menempel tidak dipotong biar semua orang tahu, hehehe. Ada pula yang merasa “GAUL” ketika sudah bergaya pank; memakai tato disekujur tubuhnya, memakai tindik, mengenakan anting bagi cowo’,dll.

Dugem di klub malam, mabuk-mabuk-an, nge-drug’s, hingga free-sex pun kini telah berhasil dikemas hingga menjadi prasyarat atau indicator seseorang untuk bisa dikatakan “GAUL”. Jika tidak berani melakukan-nya bagi kawula muda sering “dicap” cemen, cupu atau culun, nggak “gaul”, jadul, ketinggalan zaman, ndeso, dsb. Balapan liar di jalan hingga geng motor yang sering kali meresahkan masyarakat sebenarnya juga dilakukan oleh mereka yang ngakunya “GAUL”, padahal sebenarnya korban perbudakan oleh peradaban sekulerisme melalui “GAULisasi” (sungguh ironis dan kasihan sekali).

Dari pengamatan dan analisa penulis, saat ini yang masih sangat mudah serta rentan terkontaminasi dan teracuni fikiran-nya oleh peradaban sekuler adalah kaum hawa atau para cewe’. Para wanita atau cewe’ generasi muda saat ini bisa penulis katakan sebagai korban terbanyak dan paling memprihatinkan dari “GAULisasi” yang terjadi saat ini. Penulis sering mengamati masih banyak kaum muda wanita yang menjadi korban perbudakan oleh gaya hidup sekuler. Contohnya saja kini di lingkungan kampus banyak cewe’ yang berpenampilan dan bersikap “vulgar”, tentu tidak semua demikian. Ini menunjukkan bahwa kaum akademisi pun masih bisa terjebak oleh penjajahan dalam model “GAULisasi” saat ini.

Bagi generasi muda kaum cewe’ sebenarnya “GAULisasi” ini amat sangat merugikan diri mereka sebagai kaum wanita yang amat dimuliakan dalam agama. Tanpa disadari diantara mereka yang berpakaian seksi dan vulgar, sebenarnya juga memberikan peluang terjadinya pelecehan terhadap diri mereka sendiri. Gaya hidup seperti ini tentu tidak mencerminkan yang namanya “GAUL”. Dari analisa penulis melalui “trend seksi dan gaya vulgar” yang dipakai untuk menjerat fikiran generasi muda putri kita saat ini, sebenarnya (lagi-lagi) tanpa disadari para cewe’ telah dijadikan objek (maaf) pemuas nafsu dan kelainan seksualitas para kaum sekuler yang selama ini berada di balik layar.

Coba jika kita analisa dan berfikir secara lebih logis, pakaian cewe’ yang cenderung seksi dan vulgar saat ini tentu dirancang oleh sebuah sistem peradaban sekuler dan kapitalis, dimana di situ para pemainnya atau produsen didukung oleh investor yang kebanyakan menganut paham sekulerisme. Jadi kemungkinan di balik layar mereka bisa tertawa-ria menikmati keindahan tubuh wanita yang mengenakan pakaian-pakaian seksi hasil rancangan mereka. SADARLAH KAWAN…!

Jumat, 25 Juni 2010

MENGENANG "Sajak Sebatang Lisong" W.S RENDRA

Sajak Sebatang Lisong


menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya
mendengar 130 juta rakyat
dan di langit
dua tiga cukung mengangkang
berak di atas kepala mereka


matahari terbit
fajar tiba
dan aku melihat delapan juta kanak - kanak
tanpa pendidikan


aku bertanya
tetapi pertanyaan - pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet
dan papantulis - papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan


delapan juta kanak - kanak
menghadapi satu jalan panjang
tanpa pilihan
tanpa pepohonan
tanpa dangau persinggahan
tanpa ada bayangan ujungnya
..........................


menghisap udara
yang disemprot deodorant
aku melihat sarjana - sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiunan


dan di langit
para teknokrat berkata :


bahwa bangsa kita adalah malas
bahwa bangsa mesti dibangun
mesti di up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor


gunung - gunung menjulang
langit pesta warna di dalam senjakala
dan aku melihat
protes - protes yang terpendam
terhimpit di bawah tilam


aku bertanya
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair - penyair salon
yang bersajak tentang anggur dan rembulan
sementara ketidak adilan terjadi disampingnya
dan delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan
termangu - mangu di kaki dewi kesenian


bunga - bunga bangsa tahun depan
berkunang - kunang pandang matanya
di bawah iklan berlampu neon
berjuta - juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau
menjadi karang di bawah muka samodra
.................................


kita mesti berhenti membeli rumus - rumus asing
diktat - diktat hanya boleh memberi metode
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan
kita mesti keluar ke jalan raya
keluar ke desa - desa
mencatat sendiri semua gejala
dan menghayati persoalan yang nyata


inilah sajakku
pamplet masa darurat
apakah artinya kesenian
bila terpisah dari derita lingkungan
apakah artinya berpikir
bila terpisah dari masalah kehidupan


RENDRA
( ITB Bandung - 19 Agustus 1978 )

KRIMINALITAS MENINGKAT, MASIHKAH "JOGJA BERHATI NYAMAN"?

oleh Cipta Cinta Damai - Google - Blogger

Maraknya kejahatan jalanan malam hari pada akhir-akhir ini di wilayah Yogyakarta menimbulkan keresahan warga. Belum lagi beredarnya pesan singkat berantai lewat SMS, lewat situs jejaring sosial facebook, hingga kaskus terkait maraknya kejahatan di wilayah Yogyakarta.

SMS dan informasi itu kurang lebih menyebutkan bahwa jalan-jalan yang perlu diwaspadai selepas pukul 21.00, di antaranya Jalan Magelang, Jalan Lingkar Utara di wilayah Depok sampai Jalan Solo, depan pertokoan Casa Grande, Maguwo, Condong Catur, Selokan Mataram, Jalan Kaliurang, dan jalan- jalan di utara Jalan Lingkar Utara.

Menurut informasi yang berkembang, dalam SMS tersebut disebutkan pula bahwa daerah-daerah yang umumnya sepi dan minim penerangan di malam hari itu sering terjadi penodongan dengan pistol, pembacokan, dan pencurian kendaraan bermotor. Pernah disebutkan pula, tujuh korban terjadi dalam semalam.

Dalam pengamatan penulis masih banyak sekali preman-preman yang berkeliaran di seputar wilayah kampus di kota Yogyakarta. Mereka kerapkali nongkrong di wilayah yang dianggap sepi dan jarang ada patrol. Penulis juga sering mendengar adanya kasus pencurian motor, helm, laptop, dsb di kawasan kos mahasiswa.
Terlepas dari maraknya kriminalitas di Yogyakarta akhir-akhir ini khususnya pada malam hari tentu sangat meresahkan berbagai pihak, mulai dari warga hingga mahasiswa. Mahasiswa yang sedang menuntut ilmu pun menjadi was-was ketika tinggal di Yogyakarta yang katanya “BERHATI NYAMAN” itu. Mahasiswa yang sering kali dituntut oleh tugas-tugas kuliah hingga harus pulang larut malam, menjadi tidak berani dan dihantui oleh rasa takut.

Menurut analisa penulis, maraknya aksi kriminalitas di kota Yogyakarta akhir-akhir ini akan sangat berpengaruh terhadap “image” kota Yogyakarta di mata masyarakat. Pada akhirnya jargon Yogyakarta Berhati Nyaman” pun diragukan oleh berbagai pihak,khususnya masyarakat di luar kota Yogyakarta. Padahal belum lama ini pun “image” kota Pelajar ini telah mulai di pandang miring oleh kalangan umum karena maraknya pergaulan bebas di kota yang kental akan nilai-nilai filosofi jawa dan budaya luhur-nya itu.
Pada akhirnya menurut pandangan penulis, jika fenomena ini tidak dipahami secara kritis dan arif oleh berbagai pihak yang terkait, khususnya Pemerintah DIY, maka penulis khawatirkan ini akan mengakibatkan turunnya minat pelajar atau mahasiswa dari luar DIY untuk menuntut ilmu di kota Pelajar” ini. Bahkan dari pengamatan dan perbincangan penulis terhadab beberapa warga selama ini, mereka merasa sangat khawatir ketika akan melepaskan putra-putri-nya untuk sekolah atau kuliah di kota Yogyakarta. Mereka mengaku takut putra-putrinya terjerumus pada peergaulan bebas (free sex), hingga rusak moralnya.

Rekomendasi Penulis sbb:
Kepada pihak Kepolisian khususnya dalam hal ini, Kepolisisan wilayah DIY sebaiknya meningkatkan intensitas dalam berpatroli di kawasan-kawasan yang di-isu-kan tersebut. Disamping itu menurut penulis perlu ditingkatkan jumlah personil Intel Polisi di daerah kawasan kampus yang rawan kriminalitas. Pihak Kepolisian juga harus meningkatkan kesiagaan di daerah-daerah yang sepi dan kurang penerangan, khususnya di malam hari. Dan perlu adanya razia maupun penjaringan preman-preman secara rutin dan mendadak di titik-titik rawan tertentu.


Salam PEACE selalu...

Kamis, 24 Juni 2010

BERAWAL DARI SEBUAH MIMPI

Seperti halnya kisah sukses Bill Gates dengan microsoftnya, Zuckerberg, CEO dan pencetus facebook, juga juga diawali dari impian yang luar biasa. Bill Gates ketika membangun Microsoft waktu itu dari sebuah garasi. Dan dahsyatnya Bill Gates kala itu sudah mencanangkan impian yang luar biasa, yaitu pada suatu saat nanti siapapun di dunia ini yang menggunakan komputer personal, mereka tidak akan bisa lepas dari microsoft. Akhirnya apa yang terjadi ? Impian itu kini benar-benar nyata terwujud! Hampir semua pengguna komputer personal di dunia ini menggunakan produk microsoft, terutama microsoft windows.

Zuckerberg tidak kalah gila. Dari sebuah kamar di asrama mahasiswa Harvard, dia ingin menjadikan facebook menjadi standar komunikasi di planet ini, yang digunakan di mana-mana, dapat digunakan semudah menggunakan telepon, namun lebih interaktif dan multidimensi, sehingga sangat diperlukan oleh semua orang. Zuckerberg ingin ‘tidak ada manusia di planet ini yang bisa meninggalkan facebook!”. Mungkin jika sekarang tidak ada facebook kita pikir itu sebuah mimpi gila. Tapi mimpi besar itulah yang menempatkan seorang Zuckerberg sekarang sebagai anak muda yang konon terkaya di jagad ini.

Bahkan Forbess ditahun 2008 menobatkan Zuckerberg yang kelahiran tahun 1984 ini sebagai “[the] youngest billionaire on earth and possibly the youngest self-made billionaire ever,” dengan kekayaan sebesar $1.5 billion USD. Sedang Majalah Time menobatkan Zuckerberg sebagai salah satu The World’s Most Influential People of 2008. Memang ada yang mencoba menanyakan siapa yang lebih cerdas, Bill Gates atau Mark Zuckerberg. Sama-sama cerdaskah mereka? Atau sama-sama tidak cerdas? Nampaknya pertanyaan tersebut tak ada artinya sama sekali buat keduanya. Bahkan mereka tidak mempedulikannya. Keduanya baik Bill Gates ataupun Mark Zuckerberg memang sekolah di Harvard, yang konon sekolahnya orang-orang cerdas. Namun sama-sama tidak lulus alias dropout.

Bill Gates terpaksa dropout karena sibuk mengembangkan microsoft. Waktu itu om Bill Gates tidak mau kuliah, karena kuliah mengganggunya mewujudkan impian besarnya itu. Dibangunnya microsoft dari bisnis kelas garasi, sampai akhirnya sekarang menjadi kelas dunia. Mark Zuckerberg pun juga demikian. Dia lebih memilih fokus pada impiannya dari hal kecil, yaitu mulai dari membuat social network untuk anak-anak kampus. Dan kini kita semua tahu social network impian Mark Zuckerberg tersebut sekarang seperti telah menjadi world class, yaitu Facebook.

Keberhasilan Bill Gates maupun Mark Zuckerberg sama-sama menghadapi tudingan miring bahwa mereka mencuri ide temannya. Tapi itu tidak penting buat mereka, karena apapun kata orang, buktinya mereka bisa mentransformasi ide menjadi sesuatu. Mereka berhasil mentransformasi “think” menjadi “thing”. Dari sedikit tulisan ini memberi pelajaran kepada kita semua bahwa untuk menjadi besar kita harus berani bermimpi besar. Tapi bukan sekedar mimpi kosong belaka. Kita harus berani mewujudkannya, walau harus memulai dari langkah yang paling kecil. Kalau kita punya ide, jangan dibiarkan saja. Ide adalah bahan baku yang harus diolah menjadi barang jadi. Wujudkan apa yang ada dalam pemikiran kita. BERANI BERMIMPI! BERANI MEWUJUDKANNYA!

SINERGI MAHASISWA DAN POLISI

Pada akhir-akhir ini jika kita amati terkesan ada hubungan yang kurang baik antara Mahasiswa dan Polisi. Ini nampak pada setiap aksi atau demo mahasiswa di beberapa daerah yang masih sering kali terjadi perang otot antara Mahasiswa dan Polisi. Dalam hal ini Polisi menjalankan tugas untuk menjaga keamanan dan ketertiban,di sisi lain para Mahasiswa berdemo menuntut keadilan. Sebenarnya dalam setiap terjadi bentrokan antara Mahasiswa dan Polisi tidak ada yang bisa kita salahkan maupun benarkan. Menurut penulis ini bukan lagi saatnya mencari mana yang salah dan mana yang benar. Untuk para Mahasiswa jangan lagi mudah terprovokasi. Dan untuk Polisi harus lebih sabar dalam membina dan mengamankan setiap aksi Mahasisiwa di daerah manapun itu.

Terlepas dari semua itu, menurut penulis sebenarnya ada peluang emas yang bisa Polisi lakukan terhadap para Mahasiswa. Seperti kerjasama bantuan sosialisasi anti Narkoba, kerjasama dalam penanggulangan Miras, kerjasama dalam penciptaan ketertiban bersama, dll. Untuk itu menurut penulis perlu mulai dari sekarang dirintis dan atau dihidupkan kembali kerjasama antara Mahasiswa dan Polisi dalam aspek-aspek tertentu. Jangan ada lagi bentrok maupun perang otot oleh Mahasiswa dengan oknum Polisi.


Penulis melihat di daerah kawasan kampus khususnya Yogyakarta saat ini masih seringkali terjadi aksi kriminalitas. Mulai dari penjambretan, perampokan, perkosaan, dan aksi premanisme lainnya. Aksi-aksi kriminalitas dan premanisme di kawasan kampus tentu akan sangat mengganggu kenyamanan dan ketenangan para mahasiswa yang sedang menuntut ilmu. Ini tentu perlu menjadi perhatian serius oleh kita bersama, khususnya para anggota Polisi sebagai institusi penegak hukum di negara ini.


Penulis sering kali mendengar maraknya pencurian barang di daerah kampus. Mulai dari HP, Laptop, Uang, bahkan motor. Bahkan belum lama ini penulis menyaksikan langsung adanya pencurian helm di sebuah masjid di kawasan kampus kota Yogyakarta. Ini sangat memprihatinkan sekali, dan harus segera diambil langkah lebih lanjut dari lembaga Kepolisian di seluruh Indonesia. Penulis juga masih menjumpai di beberapa kawasan kos-kos-an di kota Yogyakarta yang marak dipakai untuk hal-hal yang menyimpang, seperti kumpul kebo, mabuk-mabukan, judi, dll. Dari pengamatan penulis selama ini memang masih banyak kos-kos-an di Yogyakarta khususnya yang tidak ditunggui oleh sang Empunya. Tentu ini menjadi peluang emas bagi para mahasiswa dan oknum yang tidak bermoral.

Para pemilik kos ada yang berdalih bahwa para mahasiswa sudah dewasa dan dapat dipercaya. Namun kenyataan yang terjadi sangat berbeda. Terbukti banyak kos-kos-an yang tidak ditunggui oleh pemiliknya, justru digunakan untuk hal-hal yang menyimpang seperti yang telah penulis sebutkan di atas.  Tentu kita tidak bisa langsung memvonis para oknum mahasiswa yang melakukan penyimpangan tersebut. Kita kembali lagi pada kata-kata yang sering diucapkan oleh Bang Napi "Kejahatan terjadi tidak hanya karena ada niat dari pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan. WASPADALAH!WASPADALAH!

Apa yang sering dikatakan oleh Bang Napi tersebut memang benar. Dalam hal ini maka pelaku kriminalitas di kawasan kampus terjadi tidak hanya karena ada niat dari pelakunya, tapi juga ada kesempatan. Untuk itu yang perlu kita lakukan saat ini adalah menutup dan memblokir segala hal yang memberikan kesempatan terjadinya tindak kriminalitas itu. Khususnya di kawasan kampus, menurut penulis perlu adanya kerjasama dan sinergi antara pihak kampus, mahasiswa, dan Kepolisian dalam penciptaan kondisi kawasan kampus yang aman, tenang dan damai.


Sabtu, 19 Juni 2010

Bersatunya Senyawa Cinta

Cipta Cinta Damai menuju 21 year "Semakin Cinta Indonesia"

Bersatunya Senyawa Cinta, wah aneh-aneh aja ni penulis? 

Benarkah cinta memiliki senyawa? Dan bagaimana proses persenyawaan itu terjadi?

Semua itu akan penulis coba kupas dalam tulisan kali ini dengan tajam, setajam "SILET". Hehehe....

Santai aja, memang dari judulnya mirip mapel/makul KIMIA atau BIOLOGI. Tapi dalam tulisan ini akan penulis sampaikan dengan bahasa yang santai dan agak-agak gokil. So, selamat membaca...

Dilihat dari sistem kerja tubuh manusia, jatuh cinta bukanlah proses yang sederhana (cinta monyet sekalipun....hihi). Ada banyak sistem super canggih yang terlibat di dalamnya. Sungguhnya dalam diri tiap kita yang lagi jatuh cinta telah mengalir senyawa-senyawa kimia tertentu. Rangsangan yang datang dari luar, entah itu bau tubuh sang kekasih ( ini ulah feromon), tatapan mata, untaian kata-kata (cie...), hingga postur tubuh yang terindra. Itu semua akan merangsang otak untuk memproduksi sejumlah senyawa kimia (belum sempet ngitung...hehe) lalu menjalarkannya ke sistem syaraf melalui peredaran darah. Makanya tak heran jika teman kita yang lagi kasmaran alias jatuh cinta, maka bisa kita lihat dari perubahanya yang drastis baik secara fisik maupun psikologis. Contohnya muka memerah, salah tingkah saat ketemu doi, jantung berdebar, hilang konsentrasi, sulit berpikir logis, nafas tak beraturan, suka terlena, keringatan (asal jangan bau badan ya...hehe), curi-curi pandang (asal jangan curi mangga orang aja...), tersenyum malu, dll.

Sahabat Cipta yang Cinta DAMAI...
Saat panah asmara telah menghujam di hati (meninggal donk...hehe), maka otak akan segera bereaksi dengan memproduksi senyawa peniletilamine atau PEA, dopamin, dan norepineprin (mohon koreksi), lalu menyebarkannya ke seluruh tubuh. Terus apa yang terjadi? Rasa bahagia pun membuncah di dalam dada. Semuanya menjadi terasa indah. Sehari bersamanya serasa semenit (wah-wah segitunya....hihihi). Ketika seseorang memandang kekasih hatinya, dopamin akan membuat bagian ventral tegmental dan caudate nucleus di otak menyala. Dalam dosis yang tepat, dopamin menciptakan kekuatan, kegembiraan, perhatian yang terpusat, serta dorongan yang kuat untuk memberikan imbalan. (mohon dikoreksi)

Ada pula yang berpendapat bahwa jatuh cinta mengaktifkan "pusat kenikmatan" di otak, sehingga membuat orang merasa bahagia dan senang. Dari ketiga senyawa yang telahdisebutkan dia atas, senyawa yang paling "agresif" yaitu PEA. PEA ini bertanggungjawab dalam menimbulkan suatu rangsangan seksual (awas jangan ngeres dulu ya...). Maka jika kita amati, orang yang sedang jatuh cinta biasanya terlihat sumringah, hati berbunga-bunga, tiada yang dipikirkan selain dia, lebih enerjik, bahkan ada yang cenderung melakukan aktivitas seksual (wah-wah yang ini ni jangan ditiru ya...). Jika tahap ini dapat dipertahankan, maka muncullah tahap pengikatan, dikarenakan tiga senyawa cinta tadi. Maka PEA, dopamin, dan norepineprin akan mengundang temannya yang bernama endorfin. Kerja dari endorfin itu mirip dengan morfin yang diberikan pada tubuh manusia. Salah satu tugasnya adalah membangkitkan rasa aman, nyaman, tenang dan damai ketika dekat dengan sang kekasih pujaan hati (betul gak ya...tanya aja sama yang udah ngrasain jatuh cinta...hihihi). Endorfin tidak meluap-luap dan se-ekstrim PEA. Endorfin jauh lebih stabil namun lebih adiktif. Kehadirannya menjadikan hubungan dua insan menjadi makin dekat, selalu ingin bersama, dan bertahan lama (berarti yang suka gonta-ganti pacar gimana hayoo.....hehehe). Untuk itu ada ungkapan bahwa cinta itu bagai candu. Memang benar, cinta mampu membuat seseorang menjadi ketagihan (asal jangan ketagihan terus gonta-ganti pacar mlulu ya...). Itulah efek dari endorfin dan kawan-kawannya.

Yupz....itulah guys sedikit gambaran terkait mekanisme tubuh kita dalam merespon rasa cinta dan kasih sayang. Untuk itu sudah sepatutnya kita ungkapkan rasa syukur dan terima kasih kepada Allah SWT (Tuhan) atas anugerah cinta-Nya. Pesan penulis, mari sebarkanlah cinta dan kasih sayang terhadap teman-teman, sahabat kita, dan mkhluk hidup di sekitar kita. Bagi yang sedang merasakan jatuh cinta, nikmatilah dan syukuri rasa itu. Dan junjung tinggilah prinsip-prinsip cinta yang suci. Saling menyayangi, saling memahami, saling menghargai, dan tentunya saling melindungi. Mari kawan, cobalah mencintai seseorang apa adanya, dan jangan karena nafsu. Sebab cinta yang dilandasi nafsu semata, hanya akan menyakiti dan merusak orang yang kita cintai.

Demikianlah Guys...sedikit uraian tentang cinta yang penulis sarikan dari berbagai sumber yang penulis baca. Semoga memberikan inspirasi dan mampu membuka mata hati serta fikiran kita semua. Amiin...
Teriring kata Guys... SAY NO TO DRUGS & FREE SEX!!!

tulisan ini ku persembahkan untuk para pejuang cinta sejati dan special Cipta Friends

Rabu, 16 Juni 2010

MENGHARGAI YANG TAMPAK APA ADANYA

Disadari atau tidak terkadang kita seringkali meremehkan seseorang yang tampak apa adanya. Terkadang kita menghina para pengemis yang ada di jalanan, terkadang kita meremehkan para pemulung barang-barang bekas, terkadang kita menggunjing orang yang cacat, dan seringkali kita remehkan orang lain yang mungkin secara akademis atau ekonomi lebih rendah dari diri kita. Benarkah demikian? Jika ia, maka nampaknya kita harus belajar lagi dan renungkan sedikit tulisan berikut; SEMOGA membuka mata hati dan fikiran kita semua.

Persepsi setiap manusia dalam menilai karunia Allah memang tidak selalu sama, karena setiap manusia juga tidak ada yang sama secara emosional, naluri, iman maupun keyakinan dalam menempatkan dan menyikapi setiap karunia dalam hidupnya. Seseorang yang pandai bersyukur dengan orang yang kurang pandai bersyukur pasti punya persepsi yang berbeda manakala melihat seorang yang nampak apa adanya. Seorang ibu yang melahirkan anak punya keterbatasan tentu akan berbeda persepsinya dengan ibu yang tidak melahirkannya. Ini pula yang tercermin dari kisah ibu Thomas Alva Edison

Tidak banyak orang yang mengenal siapa itu Nancy Mattews. Namun bila nama Edison yang disebut, semua pasti mengenalnya. Beliaulah salah seorang penemu dan ilmuwan paling berpengaruh dalam sejarah. Namun siapa yang menyangka kalau Beliau di sekolahnya di cap sebagai bocah yang tuli dan bodoh, bahkan  (maaf) idiot. Beliau pun pernah diminta keluar dari sekolahnya waktu itu. Tapi kenyataanya kini kita semua mengenal dan mengakui Beliau merupakan salah satu sosok ilmuwan besar yang berpengaruh sepanjang sejarah. Dan ini semua ternyata tidak lepas dari peran Ibu Nancy Edison, ibu dari Thomas Alva Edison.

Ibu Nancy Edison tidak menyerah begitu saja dengan pendapat pihak sekolah terhadap anaknya itu. Ketika itu ibu Nancy bertekad untuk menjadi guru pribadi atas pendidikan Thomas Alva Edison di rumah. Ibu Nancy pun berhasil mengubah putranya tersebut menjadi orang yang percaya bahwa dirinya amat berarti. Nancy berhasil memulihkan kepercayaan diri Edison, dan tentu itu sangat berat baginya. Namun ibu Nancy tidak sekalipun membiarkan keterbatasan membuatnya berhenti, karena ibu Nancy memiliki persepsi berbeda terhadap diri putranya, dari guru-guru Thomas Alva Edison di sekolah.


Bersambung...

Selasa, 15 Juni 2010

Menanti Teknologi yang Berwajah Humanis

Cipta Cinta Damai menuju 21 "Kemilau untuk Negeri"

Membahas kontroversi dampak masalah teknologi yang terjadi saat ini memang sangat menarik dan tak ada habisnya. Berbicara teknologi bisa kita analogikan sebagai sebilah pisau yang tajam. Dimana kita tahu bahwa sebilah pisau itu akan memiliki nilai manfaat yang tinggi ketika digunakan untuk hal-hal yang positif, seperti merajang sayuran, mencacah daging ikan, mengiris bawang, serta keperluan masak lainnya. Sedang sebilah pisau yang tajam itu akan berbahaya manakala dipegang oleh preman misalnya untuk merampok, membunuh, dsb. Begitu pula .teknologi, di satu sisi memberi manfaat yang sangat besar, namun di sisi lain juga memiliki banyak potensi dampak negatif terhadap jiwa manusia.

Selama ini dengan keberadaan teknologi memang telah memberikan banyak kemudahan terhadap kita para umat manusia. Dan memang demikinlah tujuan manusia menciptakan teknologi. Ahirnya para manusia khususnya kaum ilmuwan pun berlomba-lomba untuk menciptakan dan menguasai teknologi. Namun tanpa disadari sebenarnya kini justru teknologi-lah yang telah berhasil menguasai para manusia yang telah menciptanya. Kita pun sering kali lalai terbuai dalam ayunan kemudahan dan kepraktisan yang diberikan oleh teknologi. Kini jarak pun benar-benar seakan tak terpisahkan lagi oleh ruang dan waktu berkat adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (ICT). 

Seiring kemajuan pesat teknologi informasi dan komunikasi (ICT) pada saat ini, ternyata semakin maju dan berkembang pula dampak negatif yang ditimbulkannya. Maka muncul-lah modus-modus kriminal berbasis ICT dan berbagai cyber crime yang dilakukan oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab. Kasus peredaran video porno di dunia maya yang berhasil menyeret Ariel, Luna Maya, dan Cut Tari ke Mabes POLRI merupakan salah satu contoh penyalahgunaan teknologi ICT yang mencuat ke ranah public akhir-akhir ini. Terlepas dari siapapun pelaku dalam adegan video porno itu, maka sudah selayaknya para oknum yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai ketentuan hukum dengan seadil-adilnya.

Teknologi yang memanusiakan manusia yaitu teknologi yang humanis. Teknologi yang humanis adalah teknologi yang dapat digunakan sesuai dengan kaidah-kaidah humanistik. Sehingga manfaat dan dampak dari perkembangan teknologi dapat mendukung agar potensi setiap pribadi manusia dapat berkembang secara optimal, namun tidak memisahkan pribadi-pribadi tersebut dari tanggung jawab sosial dan lingkungannya. Teknologi yang terus berkembang perlu dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai masalah, yang mungkin juga disebabkan oleh perkembangan teknologi itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan baru yang mengambil manfaat dari perkembangan yang ada.
 
Tunggu lanjutannya...
Tulisan-tulisan blog ini kupersembahkan untuk:
My Father & mother,
My grandmother,
My sister,
My Family,
And all my best friends...

Senin, 14 Juni 2010

STOP Komodifikasi Perempuan! (Bag. 1)

Cipta Cinta Damai menuju 21 year  "Kemilau untuk Negeri"

Mungkin sekarang para perempuan Indonesia bisa tersenyum indah menikmati kesetaraan gender yang “konon” telah diraih saat ini. Tentu sudah semestinya para perempuan Indonesia bersyukur kepada Tuhan, dan RA. Kartini sang pejuang sejati emansipasi wanita di Indonesia. Namun perlu kita sadari bersama, dari hasil analisa ternyata secara tidak sadar atau “memang dibuat tidak sadar” saat ini sebenarnya telah terjadi komodifikasi wanita. Benarkah?!

Ya benar sekali, penulis rasa itu merupakan kata-kata terhalus yang bisa melukiskan betapa kini para perempuan telah dibuat tidak sadar secara kasat mata. Hingga akhirnya apa yang terjadi? Bisa kita amati saat ini betapa peradaban kapitalis telah berhasil jaya mengkomodifikasikan hal-hal yang “menarik” dari seorang wanita menjadi barang komoditas baru di dunia. 

Mengapa penulis mengangkat judul “STOP Komodifikasi Perempuan” ? Hal ini didorong atas keprihatinan penulis yang amat mendalam (lebay ^_^) atas penjara hidup yang masih memperangkap perempuan hingga detik ini. Dan ironisnya dari analisa penulis masih banyak sekali perempuan yang belum menyadarinya. Bahkan yang lebih menyedihkan, ada juga yang justru menikmati hal itu. What’s up?

Pengkomodifikasian perempuan benar-benar Nampak nyata telah menunjukkan betapa sebuah system kapitalis telah menghalalkan segala cara demi meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Penulis melihat kini para perempuan Indonesia sedang terpenjara oleh gelar “Cantik”. Gelar cantik saat ini telah menjadi semacam prestis dan kebanggaan bagi para kaum “Hawa”. Pada akhirnya gelar “Cantik” pun menjadi peluang emas bagi para kaum kapitalis untuk memasuki celah-celah dimana para perempuan justru termabuk kepayang menikmatinya. Bagaimana mungkin para perempuan menikmatinya? 

Ya, penulis melihat kini semakin banyak perempuan yang justru menikmati pengkomodifikasian yang dilakukan oleh para kaum kapitalis. Dari analisa penulis tanpa disadari para perempuan kini benar-benar telah dibius oleh sebuah sistem kapitalis hingga mereka tak sadarkan diri dengan pengkomodifikasian yang semakin kasat mata itu. Pembiusan itu tentu bukan memakai semacam obat, narkoba, ganja atau obat memabukkan lainnya. Namun system kapitalis telah berhasil membius kaum perempuan dengan segala pesona palsu yang ditawarkannya. Contohnya saja pesona kepopuleran/ketenaran, pesona uang/harta, pesona jabatan, pesona teknologi, dsb. Lalu seperti apa itu Komodifikasi perempuan?

Komodifikasi perempuan yang terjadi saat ini banyak sekali bentuknya. Contohnya antara lain bisa kita lihat di berbagai media yang mana Nampak jelas perempuan (baca : tubuh) telah dijadikan semacam icon daya tarik agar konsumen atau masyarakat membeli produk tertentu. Mulai dari produk sabun, pewangi pakaian, parfum laki-laki, produk makanan & minuman, dsb. Tidak hanya itu, jika kita lihat acara-acara di media televisi pun semakin nyata pengkomodifikasian itu. Mulai dari MC tayangan infotainment, MC reality show, MC berita, musik show, dancer, pembawa berita, hingga acara sinetron. Semua itu selalu saja dibalut oleh pesona seorang perempuan sebagai “korban tak sadar” yang berhasil dibius oleh system kapitalis global.

Pada akhirnya penulis yang bukanlah siapa-siapa ingin mencoba mengajak para perempuan Indonesia untuk membuka mata hati dan nurani; mari lihat, rasakan, renungkan dan segera lakukan tindakan untuk melawan segala bentuk komodifikasi terhadap para kaum perempuan. Perlawanan dalam hal ini perlu penulis garisbawahi, yang berarti perlawanan melalui karya-karya dan sumbangsih untuk negeri sesuai dengan kodrat-nya. Jangan sampai para kaum perempuan justru melenceng dari kodrat menjadi bergaya kelaki-lakian. Ini pun tentu bukan yang kita harapkan.

Tunggu lanjutannya...

Rabu, 09 Juni 2010

WE WILL NOT GO DOWN (Song for Gaza)

(Composed by Michael Heart)
Copyright 2009

A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether they’re dead or alive

They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who’s wrong or right

But their powerless words were in vain
And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

============ ========= ====

Terjemahannya …

Cahaya putih yang membutakan mata
Menyala terang di langit Gaza malam ini
Orang-orang berlarian untuk berlindung
Tanpa tahu apakah mereka masih hidup atau sudah mati

Mereka datang dengan tank dan pesawat
Dengan berkobaran api yang merusak
Dan tak ada yang tersisa
Hanya suara yang terdengar di tengah asap tebal

Kami tidak akan menyerah
Di malam hari, tanpa perlawanan
Kalian bisa membakar masjid kami, rumah kami dan sekolah kami
Tapi semangat kami tidak akan pernah mati
Kami tidak akan menyerah
Di Gaza malam ini

Wanita dan anak-anak
Dibunuh dan dibantai tiap malam
Sementara para pemimpin nun jauh di sana
Berdebat tentang siapa yg salah & benar

Tapi kata-kata mereka sedang dalam kesakitan
Dan bom-bom pun berjatuhan seperti hujam asam
Tapi melalui tetes air mata dan darah serta rasa sakit
Anda masih bisa mendengar suara itu di tengah asap tebal

Kami tidak akan menyerah
Di malam hari, tanpa perlawanan
Kalian bisa membakar masjid kami, rumah kami dan sekolah kami
Tapi semangat kami tidak akan pernah mati
Kami tidak akan menyerah
Di Gaza malam ini

Courtesy:

http://www.michaelheart.com/