Jumat, 14 Januari 2011

Kita Bukan Bangsa Pemalas!

Pada akhir-akhir ini disadari atau tidak kita seringkali memilih jalan terobos yang tidak terlalu beresiko, ketimbang harus bekerja keras dalam mencapai sesuatu yang diinginkan. Entah itu dalam kompetisi sepak bola, kenaikan jabatan, meraih popularitas dan dalam banyak hal lainnya.

Hal ini menunjukkan bahwa mainstream bangsa kita saat ini telah terkontaminasi cara berfikir pragmatis. Segala sesuatunya ingin serba cepat dan praktis tanpa resiko yang berarti. Jika terus dibiarkan ini akan menjadikan kita sebagai bangsa yang pemalas. Selalu berharap keinginannya cepat terwujud atau meraih sesuatu dengan cara-cara instan. Berpikir instan membuat bangsa ini tidak lagi menghargai adanya kerja keras dan bisa mematikan kreativitas bangsa.

Ironisnya lagi budaya instan ini sudah kita jalani sejak masa sekolah dan terus berlanjut hingga kuliah. Contohnya saja budaya copypaste karya orang lain yang kerap kali dilakukan oleh mahasiswa di kampus. Atau kebiasaan mencontek saat ujian sebagai konsekuensi dari malas membaca. Ini menunjukkan tradisi kompetisi secara sportif semakin luntur.

Untuk itulah mari kita bersama merubah kembali mainstream bangsa ini. Kita bukan bangsa yang pemalas! Kita adalah bangsa yang tangguh, pantang menyerah dan menghargai kerja keras seperti yang telah dicontohkan oleh nenek moyang kita.

Telah dimuat di Kompas

Hukum “Rimba” Indonesia

Jika mencermati berbagai kasus penegakkan hukum yang terjadi di tanah air belakangan ini menunjukan fakta yang amat memprihatinkan. Penegakkan hukum di negeri ini masih setengah-setengah dan seringkali mengabaikan nurani. Selain itu juga terkesan lambat, tebang-pilih, dan bisa dipolitisasi.

Hukum yang semestinya menjamin tegaknya keadilan dan mengayomi masyarakat, justru terkesan menjadi hukum “rimba”. Dimana yang lebih kuat maka dialah yang dimenangkan. Atau bisa diibaratkan hukum “rimba” Indonesia itu seperti pisau. Tajam ke bawah namun tumpul ke atas.

Ini tentu menjadi sebuah “PR” besar bagi pemerintah khususnya para aparat penegak hukum di negeri ini. Hukum harus ditegakkan sebagaimana mestinya dan didasari nurani. Supremasi hukum di Indonesia harus ditegakkan kembali demi terwujudnya rasa keadilan.