Kamis, 15 Juli 2010

Kualitas Pendidikan di Indonesia


Seiring perkembangan zaman yang sangat cepat dan modern membuat dunia pendidikan semakin penuh dengan dinamika, Di Indonesia sendiri dinamika itu tampak dari tidak henti-hentinya sejumlah masalah yang melingkupi dunia pendidikan. Permasalahan-permasalahn yang melingkupi dunia pendidikan kita saat ini menurut Suryati Sidharto (Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo, 1995), problem yang dihadapi bangsa Indonesia mencakup lima pokok problem, yaitu: Pemerataan Pendidikan, Daya Tampung Pendidikan, Relevansi Pendidikan, Kualitas/Mutu Pendidikan, dan Efisiensi & Efektifitas Pendidikan (Memahami Pendidikan & Ilmu Pendidikan, Arif Rohman, Hal: 245)

Dalam kesempatan ini Penulis hanya akan membahas tentang masalah mutu pendidikan di Indonesia. Masalah mutu pendidikan ini tampaknya dari sejak kita merdeka hingga kini memasuki era millennium belum juga dapat terselesaikan dengan baik. Masalah mutu pendidikan di Indonesia memang sangat komplek dan rumit, ini tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan kita. Menurut penulis sendiri mutu pendidikan merupakan cerminan dari mutu sebuah bangsa. Manakala mutu pendidikannya bagus, maka bagus pula kualitas peradaban bangsa tersebut. Untuk itu seyogyanya masalah mutu pendidikan harus menjadi perhatian serius Pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Tentu dalam pengimplementasian-nya upaya peningkatan mutu pendidikan menjadi tanggungjawab kita bersama, dan bukan hanya Pemerintah.

Menurut Achmad (1993), mutu pendidikan di sekolah dapat diartikan sebagai kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku. Engkoswara (1986) melihat mutu/keberhasilan pendidikan dari tiga sisi; yaitu: prestasi, suasana, dan ekonomi. Dalam hubungan dengan mutu sekolah, Selamet (1998) berpendapat bahwa banyak masyarakat yang mengatakan sekolah itu bermutu atau unggul dengan hanya melihat fisik sekolah, dan banyaknya
ekstrakurikuler yang ada di sekolah. Ada juga yang melihat banyaknya tamatan yang diterima di jenjang sekolah yang lebih tinggi, atau yang diterima di dunia usaha.
Di sisi lain Heyneman dan Loxley dalam Boediono & Abbas Ghozali (1999) menyimpulkan bahwa kualitas sekolah dan guru nampaknya sangat berpengaruh pada prestasi akademis di seluruh dunia; dan semakin miskin suatu negara, semakin kuat pengaruh tersebut. Menurut Penulis, mutu pendidikan merupakan tolok ukur keberhasilan sebuah proses pendidikan yang bisa dirasakan oleh masyarakat mulai dari input (masukan), proses pendidikan yang terjadi, hingga output (produk keluaran) dari sebuah proses pendidikan.

Lalu apa saja permasalahan mutu pendidikan di Indonesai?

Berbicara tentang permasalahan mutu pendidikan di Indonesia, penulis sebagai mahasiswa Filsafat dan Sosiologi Pendidikan melihatnya sebagai permasalahan yang sangat komplek, dan tidak bisa dilepaskan antara satu poin masalah dengan poin masalah lainnya. Misalnya saja penulis berikan sample mutu pendidikan yang berupa hasil belajar yang selama ini kita kenal dengan Hasil Ujian Nasional. Sekarang ini hasil ujian nasioanal dijadikan sebagai salah satu alat ukur dan pemetaan mutu pendidikan di Indonesia. Dari evaluasi hasil ujian nasional tersebut akhirnya Pemerintah mengambil suatu kebijakan untukl meningkatkan mutu hasil belajar peserta didik. Akhirnya diambil kesimpulan bahwa hasil belajar yang bermutu hanya bisa dicapai melalui proses belajar yang bermutu pula. Dan proses belajar yang bermutu membutuhkan SDM serta biaya yang relative besar.

Pemerintah pun akhirnya mengambil langkah awal mengeluarkan kebijakan sertifikasi guru,dengan dalih peningkatan kesejahteraan guru/pendidik. Setelah para guru/pendidik sejahtera diharapkan mampu memacu semangat keprofesionalan mereka dalam mengajar dan mendidik para peserta didik. Benarkah demikian? Yang terjadi selama ini justru menyimpang dari haapan kita semua, banyak permasalahan yang muncul dalam implementasi kebijakan sertifikasi guru. Yang ingin penulis soroti di sini yaitu terkait kemerosotan hasil ujian nasioanal pada tahun 2010 seiring makin banyak guru yang telah tersertifikasi. Di sini ternyata kita temukan fakta baru, bahwa kebijakan/program sertifikasi guru tidak berdampak signifikan terhadap peningkatan mutu pendidikan khususnya dalam hal ini mutu hasil belajar peserta didik.

Dalam hal ini bukan berarti sertifikasi guru itu tidak penting atau bahkan tidak perlu. Kita tetap harus memberikan apresiasi positif atas upaya Pemerintah tersebut. Hanya saja menurut Penulis kebijakan sertifikasi pendidikan yang ada saat ini baru berdampak pada peningkatan kesejahteraan guru, walau banyak menimbulkan kecemburuan sosial dari golongan PNS lainnya. Program sertifikasi guru yang ada saat ini belum menampakkan dampak pada peningkatan mutu pendidikan secara umum. Ini tentu perlu menjadi perhatian dan sebagai bahan evalusi oleh Pemerintah khususnya dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.