Kata orang nikah itu enak, nikmat, dan menarik datangnya rezeki. Terbukti tidak sedikit orang yang ketagihan nikah berkali-kali dengan pasangan yang berbeda pula (wah-wah, kalau ini sih namanya apa hayo? :p). NIKAH, itulah cita-cita dan impian hampir semua orang dewasa yang normal. Konon, belum lengkap dan sempurna rasanya hidup seseorang di dunia ini sebelum ia menikah alias berkeluarga. Right?
Nikah, selain enak dan nikmat (berdasarkan pengalaman orang-orang yang sudah mengalaminya) ternyata juga banyak manfaatnya loh. Dari sudut pandang agama, nikah mampu menghindarkan kita dari fitnah dan perbuatan zina. Bahkan dalam Islam pernikahan merupakan fitrah manusia. Dari segi kesehatan (biologi), hubungan seksual pasangan suami-istri (yang telah disahkan melalui pernikahan) mampu meningkatkan kesehatan dan kebugaran tubuh, terlebih menghindarkan seseorang dari berbagai penyakit kelamin. Di samping itu orang yang sudah menikah biasanya akan mengalami peningkatan gizi. Dari segi psikologi, pernikahan antara sepasang kekasih yang saling mencintai, akan menimbulkan rasa bahagia. Pernikahan juga bertujuan menjaga keberlangsungan keturunan serta populasi manusia.
Yap, nikah itu memang banyak sekali manfaatnya. Tentu dengan catatan, pernikahan yang legal secara hukum maupun agama. Dan pastinya tidak ada paksaan atau intimidasi, alias didasari rasa saling mencinta. Namun dalam hal ini mesti hati-hati juga loh! Nikah itu butuh rencana, jangan asal ada kemauan, apalagi nafsu sesaat. Jangan sampai enak dan nikmatnya nggak seberapa, tapi mesti menanggung derita selamanya. Wah-wah, siapa yang rugi coba? Hehehe…
Nikah yang tanpa rencana, kerap kali berakhir penderitaan dan penyesalan. Yang lebih fatal lagi bisa berujung pada perceraian (amit-amit ya…). Seperti halnya banyak kasus yang kerap kita temui di masyarakat. Misallkan saja, pernikahan usia dini gara-gara pihak perempuan hamil duluan. Ada pula pernikahan usia dini yang dipaksakan oleh orang tua ataupun dijodohkan (biasanya terjadi di pedesaan atau keluarga yang otoriter). Ada lagi, korban nikah muda gara-gara faktor ekonomi, misalkan untuk menutupi lilitan hutang (kebanyakan pihak wanita yang jadi korbannya). Dan masih banyak lagi kasus-kasus sejenis lainnya.
Nah, kita pun dapat pelajaran berharga dari kasus-kasus di atas, bahwa nikah itu butuh rencana. Seperti halnya program yang dicanangkan oleh BKKBN, jadilah GenRe (Generasi Berencana). Gnerasi muda mesti memiliki rencana yang matang dalam hidupnya, termasuk dalam menyiapkan pernikahan. Perencanaan tersebut meliputi kapan usia akan menikah, dengan siapa akan menikah, mau punya berapa anak, sudah siapkah secara lahir dan batin mencukupi kebutuhan keluarga nantinya, dan seterusnya. Kita tahu nikah itu bukan cuma soal pemenuhan kebutuhan biologis (nafsu seksual). Nikah itu juga menyangkut tentang bagaimana memenuhi kebutuhan hidup, bertahan hidup, menyelaraskan jiwa dua insan manusia, mendidik anak, hidup bermasyarakat, dan seterusnya.
Lalu benarkah nikah itu enak dan nikmat? Jawabannya relatif! Bisa bahagia atau justru derita. Bisa enak dan nikmat atau justru kepedihan dan penyesalan. Apa yang membedakannya? Itulah rencana! Jika sebuah pernikahan itu dilandasi dengan cinta dan perencanaan yang matang, tentu akan menimbulkan efek yang positif bagi kehidupan kedua mempelai. Orang menikah itu kan ingin bahagia, hidup sejahtera bersama orang yang dicinta sampai akhir hayat. Yang mesti kita ingat, nikah itu bukan mainan, nikah itu sesuatu yang sakral, dan harapannya tentu cuma sekali dalam seumur hidup. Jadi kalau belum siap betul, sebaiknya ya jangan coba-coba!