Senin, 31 Mei 2010

MENGGUGAT MAKNA “CINTA SEJATI” YANG TEREDUKSI : Bag. 1

Aku sangat kagum pada sebuah keluarga pemulung yang begitu harmonis dan penuh cinta. Aku melihat dan merasakan ada energi cinta sangat besar yang terpancar dari keluarga pemulung itu. Mereka tampak begitu kompak dan harmonis. Aku melihat ada pancaran kebahagiaan dari sorot mata mereka. Aku selalu mengamati mereka diam-diam, mereka tampak begitu bahagia dengan kondisi yang apa adanya. Sungguh sebuah keluarga yang luar biasa. Sang Ayah menarik gerobak, ibu beserta dua anaknya berada di atas gerobak yang bercampur barang-barang bekas. Aku benar-benar salut dengan keluarga pemulung itu. Tak nampak raut kesal ataupun penyesalan di wajah mereka karena harus menjadi pemulung. Justru aku melihat adanya senyum bahagia di raut wajah mereka. Benar-benar sebuah keluarga yang telah memahami dan menghayati apa itu cinta sejati.

Namun di sisi lain terkadang aku merasa amat prihatin melihat sahabat-sahabat generasi muda Indonesia yang sering kali salah mengartikan cinta. Aku melihat dengan mudah mereka katakan cinta, seperti mudahnya mereka nodai dan khianati makna suci dari cinta itu sendiri. Penulis sadari betul, kini adanya perkembangan ICT yang tanpa filter dan control yang kuat, telah mengakibatkan para sahabat-sahabat muda terjebak pada makna cinta yang penuh kepalsuan. Penulis merasa makna cinta kini telah tereduksi oleh berbagai hal. Telah tereduksi oleh globalisasi, teknologi, kapitalisme, dll. Cinta tak lagi seperti kisah Romeo & Juliet ataupun kisah cinta Ratna dan Galih yang terus abadi. Masihkah ada kini Cinta Sejati itu? 

Aku melihat kini makna cinta itu makin jauh dari makna cinta sejati yang suci dan tulus. Kini begitu mudah terucap kata cinta, tapi bukan dari ketulusan hati, melainkan nafsu sesaat. Inilah persepsi yang harus segera kita ubah. Karena cinta yang didasari ambisi nafsu dan syahwat semata hanya akan berakhir dengan penyesalan. Mereka yang mencintai dengan ambisi nafsu dan syahwat, sering kali merasa bahwa mereka berhak mencintai apapun, dan karena itu ia berhak memiliki sepenuhnya. Dengan kata lain segala yang ia cinta, maka harus menjadi miliknya. Karena merasa menjadi miliknya, maka yang dicinta harus tunduk di bawah kemauannya. Ini tentu bukan makna cinta yang sesungguhnya. 

Apalagi kini ada sebagian  sahabat-sahabat muda Indonesia yang memaknai cinta sebagai seks, mereka beranggapan cinta tak kan lengkap tanpa seks. Dan kini seks pun seakan menjadi bumbu-bumbu penyedap rasa dalam romantika percintaan. Subhanallah! Penulis pernah  mengamati dibeberapa lingkungan kampus dan kos-kos-an. Kenyataannya penulis melihat banyak para oknum mahasiswa yang berduaan  (lawan jenis) melakukan hal-hal tidak terpuji di tempat-tempat sepi, sekitar kampus. Ini tentu perlu kesadaran kita bersama, bahwa free sex itu merupakan perbuatan yang amat memalukan dan terkutuk. Dan kita patut melantangkan "Say No to Free Seks" !

Cinta sejati haruslah membawa kedamaian dan ketentraman bagi orang yang dicintai. Cinta sejati seharusnya membuat yang dicintai merasa dihargai, aman,damai, tentram dan selalu bahagia. Cinta sejati merupakan cinta yang mampu menggerakkan sang pecinta untuk mengharagai kekasihnya, memberikan perhatian, dan menerima apa adanya. Memaknai cinta seperti itu tentu akan membuat cinta itu lebih indah dan bermakna.

Bersambung…


Hujan, cepatlah berlalu...

HUJAN…

hujan senja ini mengingatkan ku pada kala itu,
12 tahun silam masa perjuangan,
perjuangan yang tak kan pernah sirna dari ingatan ku,
perjalanan panjang penuh cobaan,

Waktu itu,
di kala embun pagi masih membasahi kaki langit,
dinginnya pagi yang menusuk jiwa,
dengan kaki mungil, kukayuh kencang-kencang sepeda tua itu
sepeda tua yang selalu menemani ku ke sekolah,

Tak kan pernah terlupakan,
keringat asin yang bercucuran membasahi kening ku,
bekas keringat itu kan selalu melekat di seragam ku kala itu,
menjadi kenangan indah yang kan abadi dalam hidup ku,

masih terbayang-bayang dalam ingatan ku,
ingin rasanya berteriak menangis kala itu,
ketika petir bersahut-sahutan di atas kepala ku,
dinginnya hujan pun menyemarakkan kesengsaraan yang ku alami kala itu,

pada siang, ketika matahari berada di atas kepala ku,
aku hanya bisa pasrah kepada-Nya,
sengatan sang surya kala itu masih membekas di kulit ku,
kini menyatu dalam diri ku, menjadi bara semangat

mungkin hanya Tuhan yang tahu,
angin, hujan, petir, dan matahari pun jadi saksi bisu,
perjuangan panjang kala itu,
kini semua telah berlalu,

Tuhan benar-benar telah mengabulkan doa ku kala itu,
kini ku petik hasil manis dari perjuangan ku 12 tahun silam,
aku yakin Tuhan itu memang ada,
Dia Maha Besar,
percayalah,

Selasa, 25 Mei 2010

Revitalisasi Pendidikan Karakter di UNY

Pada peringatan Hardiknas tanggal 2 Mei yang lalu Mendiknas mengangkat sebuah tema besar yaitu “Pendidikan Karakter untuk Membangun Peradaban Bangsa". Pemilihan tema ini memang cukup relevan dengan perkembangan dan perubahan aspirasi masyarakat yang sangat dinamis serta melihat terjadinya kemerosotan moral generasi bangsa pada zaman globalisasi ini. Menurut Mendiknas, itulah sebabnya kita sungguh menggarisbawahi pentingnya pendidikan dan pembangunan karakter bangsa dalam arti luas. Bangsa yang berkarakter unggul, di samping tercermin dari moral, etika dan budi pekerti yang baik, juga ditandai dengan semangat, tekad dan energi yang kuat, dengan pikiran yang positif dan sikap yang optimis, serta dengan rasa persaudaraan, persatuan dan kebersamaan yang tinggi.

Melihat pernyataan Mendiknas tersebut maka tampak jelas bahwa kebijakan pendidikan nasional ingin mencoba untuk mentasbihkan dan melaunching kembali gerakan pendidikan karakter bangsa. Pendidikan karakter ini sebenarnya merupakan bagian dari apa yang jauh hari telah ditekankan oleh Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Di dalam Bab II Pasal 3 UU Sisdiknas juga dituliskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Pendidikan merupakan proses yang paling bertanggung jawab dalam melahirkan warga negara Indonesia yang memiliki karakter kuat sebagai modal dalam membangun peradaban bangsa yang tinggi dan unggul. Karakter bangsa yang kuat merupakan produk dari pendidikan yang bagus dan mengembangkan karakter. Ketika mayoritas karakter masyarakat kuat, positif, tangguh peradaban yang tinggi dapat dibangun dengan baik dan sukses. Sebaliknya, jika mayoritas karakter masyarakat negatif, karakter negatif dan lemah mengakibatkan peradaban yang dibangun pun menjadi lemah. Peradaban yang lemah akan dengan mudah hancur ditelan waktu.

Pendidikan karakter merupakan bagian integral yang sangat penting dari pendidikan kita. Untuk itu dunia pendidikan harus mampu menjadi motor penggerak untuk memfasilitasi pembangunan karakter bangsa, sehingga anggota masyakat mempunyai kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis dengan tetap memperhatikan sendi-sendi NKRI dan norma-norma sosial di masyarakat yang telah menjadi kesepakatan bersama. Yang dimaksud karakter yaitu merupakan standar-standar batin yang terimplementasi dalam berbagai bentuk kualitas diri. Karakter diri dilandasi nilai-nilai serta cara berpikir berdasarkan nilai-nilai tersebut yang terwujud di dalam perilaku kehidupan sehari-hari.

Jadi Pendidikan membangun karakter, mengandung arti membangun sifat atau pola perilaku yang didasari atau berkaitan dengan dimensi moral yang positif atau yang baik, bukan yang negatif atau yang buruk. Dalam mewujudkan pendidikan karakter, tidak dapat dilakukan tanpa penanaman nilai-nilai (Azyumardi Azra, 2002:175). Indonesia Heritage Foundation merumuskan nilai-nilai yang patut diajarkan kepada anak-anak untuk menjadikannya pribadi berkarakter antaralain : cinta Tuhan dan kebenaran; bertanggung jawab, berdisiplinan, dan mandiri; mempunyai amanah; bersikap hormat dan santun; mempunyai rasa kasih sayang, kepedulian, dan mampu kerja sama; percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah; mempunyai rasa keadilan dan sikap kepemimpinan; baik dan rendah hati; mempunyai toleransi dan cinta damai, dll.

Pembangunan karakter dan pendidikan karakter menjadi suatu keharusan, karena pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik menjadi cerdas akan tetapi juga mempunyai budi pekerti dan sopan santun, sehingga keberadaannya sebagai anggota masyarakat menjadi bermakna baik bagi dirinya maupun masyarakat pada umumnya. Tetapi yang menjadi pertanyaannya sekarang bagaimana mungkin kita membangun karakter bangsa lewat pendidikan bila dalam dunia pendidikan banyak masalah dengan karakter yang dimaksudkan itu? Maka dalam hal inilah UNY sebagai perguruan tinggi yang mencetak para tenaga pendidik harus mampu menjadi ujungtombak bangsa yang ikut bertanggung jawab untuk menterjemahkan kebijakan itu. Terkait dengan itu, dan dalam menghadapi tantangan global yang berorientasi pada World Class University (WCU), UNY dalam Dies Natalis ke-46 tahun 2010 mengambil tema “Peran UNY dalam Pengembangan Pendidikan Karakter menuju WCU”.

Upaya mulia itu tentu perlu kita berikan apresiasi dan dukungan bersama seiring UNY yang mengharapkan lulusannya supaya menjadi pribadi-pribadi yang cendekia, mandiri dan bernurani (CeMaNi). Ini tentu sebuah langkah kemajuan besar dari sebuah kampus dimana nantinya dihasilkan para tenaga pendidik. Jika upaya UNY ini berhasil, tentu akan menimbulkan "brand" di mata masyarakat bahwa UNY merupakan basis cendekia-cendekia yang tidak hanya cerdas dan mandiri, namun juga berkarakter. Seperti kita ketahu bersama, pendidikan karakter tidak akan mungkin berhasil tanpa dukungan dari seluruh elemen bangsa. Dan khususnya di sekolah, pendidikan karakter akan berhasil tercapai ketika para pendidiknya pun berkarakter. Dari sinilah kita harapkan UNY sebagai kampus pencetak para tenaga pendidik, mampu mengasilkan para pendidik yang profesional dan berkarakter. Pada akhirnya semua ini tak akan berarti apa-apa ketika itu semua hanya berakhir sebagai sebuah "wacana". SEMOGA

Mari kita dukung bersama UNY menuju Worl Class University yang Berkarakter (Bernurani, Mandiri, Cendekia)

Selasa, 18 Mei 2010

BUKU (sebagai) MENARA PERADABAN

BUKU (sebagai) MENARA PERADABAN

Tanggal 17 Mei merupakan Hari Buku Nasional. Namun ironisnya masih saja banyak masyarakat yang tidak mengetahuinya, boro-boro memperingatinya. Berbeda dengan hari-hari besar lainnya seperti Valentine Day yang walaupun jauh-jauh hari telah dipersiapkan secara matang untuk menyambut perayaannya. Bisa dibilang aneh dan menggelikan, namun itulah kenyataan yang terjadi pada masyarakat kita ini. Sepertinya buku belum menjadi kebutuhan dalam kehidupan masyarakat, bahkan sering kali disepelekan. Entah karena deraan krisis ekonomi yang masih menyelimuti bangsa ini, sehingga buku belum menjadi kebutuhan yang diperhitungkan atau karena memang masih rendahnya minat baca masyarakat kita. 

Padahal selama ini sejarah mencatat bahwa hampir seluruh tokoh besar perubahan dunia merupakan para penggila buku. Seperti Abraham Licoln, John Quicy Adams, dan JF Kennedy; mereka merupakan diantara mantan pemimpin-pemimpin besar Amerika Serikat yang gila buku. Inggris pun pernah memiliki pemimpin legendaris Winston Schruchill yang maniak buku; dan India memiliki pemimpin besar Jawaharlal Nehru yang kutu buku. Keteladanan mereka dalam hal membaca buku telah tertular secara meluas pada rakyatnya. Hingga pada akhirnya ketiga negara itu sekarang tercatat sebagai penghasil buku terbesar di dunia. Ini menunjukkan begitu dahsyatnya peranan buku dalam membangun peradaban suatu bangsa.

Dalam sejarah juga mencatat pernah ada seorang pemimpin yang dapat berkuasa secara penuh dalam rentang waktu yang cukup lama yaitu Firaun. Dan ternyata Firaun membangun kekutannya bukan hanya ditopang oleh kekuatan militer yang besar, akan tetapi dia sendiri merupakan seorang intelektual yang memiliki sekitar 20.000 koleksi ”buku” di perpustakaannya. Dalam konteks nasional, kita dapat melihat hampir semua pahlawan kemerdekaan adalah para kutu buku. Para pahlawan nasional juga rata-rata adalah para pecinta buku. 

Lembaran hidup para pahlawan kita hampir tidak bisa dipisahkan dari lembaran-lembaran naskah buku yang Beliau baca dan tulis pada masa hidupnya. Belum pernah tercatat dalam lembaran sejarah ada seorang pemimpin besar yang sukses tanpa buku. Bung Karno, Bung Hatta, Adam Malik, Agus Salim, Tan Malaka merupakan sebagian diantara founding fathers NKRI yang sangat menggandrungi buku. Mereka juga menulis buku serta memberikan kontribusi besar bagi perubahan dunia. Bahkan Bung Hatta menjadikan buku sebagai istri pertamanya. Saking cintanya pada buku, konon Bung Hatta memberikan mas kawin kepada Ibu Rahmi (sang istri) berupa dua jilid buku karangannya sendiri.

Tidaklah berlebihan jika mengatakan bahwa buku sebagai menara peradaban. Sebab dari buku peradaban manusia semakin berkembang dan maju. Dunia tanpa buku adalah kegelapan. Peradaban tanpa buku akan menjadi rapuh dan menuju kehancuran. Sebagai kekuatan budaya, buku adalah aliran darah bagi keberlangsungan suatu bangsa. Buku juga merupakan guru yang paling baik karena ia tidak akan pernah jemu menggurui kita. Melalui buku, seluruh hasil cipta, karsa, dan karya manusia dapat dilestarikan dan abadi dalam sejarah.

Dalam perkembangan peradaban manusia, buku memang memiliki kekuatan yang dahsyat. Kendati demikian, kedahsyatan buku tentu tidak akan ada apa-apanya jika benda tersebut hanya dipajang dirak-rak perpustakaan, tidak pernah disentuh dan dibaca. Inilah masalah yang sedang bangsa kita hadapi saat ini, “Rendahnya Minat Baca Masyarakat”. Padahal keadaan dunia perbukuan merupakan sebuah indikator utama maju tidaknya suatu bangsa. Kini, buku sedang menjalani sebuah kisah yang memilukan di negeri tercinta ini. “Menara Peradaban” itu kini sedang terkoyak diterjang badai kegelapan. Badai kegelapan itu akan segera berakhir manakala kita semua sadar dan mau menjadi Masyarakat Pembaca.

Bangsa ini harus bercermin dari Negara Jepang yang kemajuan IPTEK dan kemakmurannya sulit ditandingi. Kecerdasan anak-anak Jepang menempati tingkat tertinggi di dunia.Satu hal yang wajib kita perhatikan adalah tingginya minat baca masyarakat Jepang. Bahkan membaca sudah menjadi kebutuhan pokok bagi para masyarakat di Jepang. Artinya, bagi orang Jepang, sesantai apa pun kegiatan yang sedang mereka tekuni, membaca tetap menjadi suatu kebutuhan layaknya kebutuhan makan dan minum sehari-hari. Namun, sebaliknya, bagi orang Indonesia, sesantai apa pun kegiatan yang tengah ditekuni, membaca belum dijadikan suatu kebutuhan. Pendek kata, rendahnya budaya baca buku masyarakat perlu dianggap sebagai persoalan serius dan segera dicarikan solusinya.

Entah kapan kita mampu membangun kondisi di mana buku dibaca karena dipercaya mampu mendatangkan faedah yang besar untuk kemajuan hidup. Entah kapan para mahasiswa kita menjadi pecandu buku karena percaya dengan banyak membaca mereka anak berkembang menjadi orang pandai. Jawabnya, kalau masyarakat Indonesia sudah yakin bahwa buku ternyata sudah berhasil membimbing kemajuan dunia. Sayang keyakinan seperti itu hanya ada pada masyarakat yang mau sungguh-sungguh belajar dari sejarah. Dan sejarah kita membuktikan bahwa kita kurang suka membaca buku.

Minggu, 16 Mei 2010

Pendidikan (untuk) Kaum Miskin

Pendidikan (untuk) Kaum Miskin

 sumber gambar : klinik Fotografi KOMPAS

Di dalam Undang-Undang telah disebutkan dengan gamblang bahwa pendidikan adalah hak setiap bangsa, setiap warga. Namun sepertinya idealitas itu tidak senafas dengan realita di lapangan. Pendidikan yang seharusnya bisa dinikmati oleh seluruh warga Negara justru menjadi arena diskriminasi yang tampak semakin nyata. Tidak setiap warga bisa menikmati kenyamanan dalam pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan masih saja mendali masalah klise yang dihadapi bangsa ini.

Selama ini penulis melihat masih tampak jelas adanya kesenjangan di dalam dunia pendidikan kita ini. Sepertinya kaum pinggiran (kurang mampu) masih saja menjadi korban atas keadaan ini. Warga dari keluarga tidak mampu seakan harus bergigit jari untuk memimpikan sekolah yang baik dan menyediakan fasilitas lengkap pula. Haruskah mereka berhenti meraih impian di masa kecil seperti menjadi dokter, insinyur, polisi, guru, atau lainnya, hanya karena keterbatasan menembus "tembok mahal" sekolah-sekolah bermutu. Untuk sekedar bisa menikmati bangku sekolah, kaum miskin harus puas menitipkan impian anak-anak mereka pada lembaga pendidikan dengan kualitas yang apa adanya. Sekolah ternama, hanya teruntuk orang kaya. Penulis melihat adanya RSBI, SBI, SSN, dan sebagainya itu seolah justru semakin mengokohkan fakta adanya diskriminasi dalam dunia pendidikan kita. RSBI, SBI, SSN dan apapun itu namanya dengan alasan peningkatan mutu pendidikan dsb itu menurut penulis perlu dikaji ulang Pemerintah.

Melihat masih banyaknya masyarakat miskin di Indonesia perlumenjadi perhatian kita semua. Kita para “MAHASISWA” pun harus tahu akan adanya kenyataan ini. Jangan sampai kita para “agent of change” hanya mementingkan ego kita sebagai kaum akademik. Data mayarakat miskin di negeri “lumbung padi dunia” ini amat memprihatinkan. Data Badan Pusat Statistik merilis bahwa angka kemiskinan hingga Maret 2010 masih berkisar 14,15 persen atau sekitar 32, 53 juta jiwa dari jumlah penduduk Indonesia. Angka itu tidak mengalami penurunan dari bulan Maret 2009. Sungguh ironis sekali kawan…

Karena akses terhadap sumber ekonomi umat miskin sangat terbatas, akumulasi kapital mereka pun rendah. Daya beli jelas tidak sebanding dengan kaum urban kota kaya yang memiliki penghasilan tetap. Dengan analogi itu, untuk memasukkan anak mereka ke sekolah elit, masyarakat miskin jelas kelimpungan. Bisa kita bayangkan sekedar untuk makan saja mereka harus banting tulang, peras keringat, dan menahan lelah. Masyarakat miskin pun masih banyak yang kekurangan gizi, bagaimana mungkin membuat anak mereka cerdas.

Terkadang penulis merasa miris, ketika melihat masih begitu banyak anak-anak miskin yang tidak bisa menikmati bangku sekolah. Contohnya saja penulis sering menjumpai anak-anak yang pada jam pelajaran justru harus bekerja menjadi pemulung di sudut-sudut kota Yogyakarta. Ironis sekali di negeri yang sangat kaya akan sumber daya alamnya ini justru masih banyak generasi yang belum bisa menikmati bangku sekolah.
Meskipun dana dari pemerintah yang dibuat untuk pengembangan kualitas pendidikan telah mencapai angka 20 persen dari jumlah APBN, tak serta merta hal itu membuat penduduk miskin bisa menikmati manisnya pendidikan. Biaya sekolah memang banyak yang digratiskan, namun "biaya tambahan,dll" untuk menunjang proses belajar di sekolah, masih membutuhkan keringat banyak agar terpenuhi. Itulah kisah derita para masyarakat miskin Indonesia yang hidup di negeri dimana terdapat sejumlah orang terkaya yang tujuh di antaranya masuk dalam jajaran 258 manusia terkaya dunia versi majalah Forbes pada tahun ini. 

Di sini kita bisa melihat adanya kesenjangan sosial menganga antara orang miskin dan orang kaya di negeri ini. Hal ini akan terus lestari dan semakin menjamur manakala tidak ada penanganan serius dari kita semua. Imbasnya, seolah pendidikan hanya milik orang-orang kaya. Mereka para kaum kaya serasa berhak mendapatkan kecerdasan dan kepintaran yang lebih baik dan berkualitas. Sementara orang miskin, kelas ekonomi menengah ke bawah, hanya bisa menelan ludah kebodohan dan kesengsaraan. 

Melalui tulisan ini Penulis ingin mengajak para pembaca sekalian baik itu PEMERINTAH, kawan-kawan “agent of change”, dan seluruh masyarakat INDONESIA untuk BANGKIT. Mari lakukan gerakan untuk membebaskan manusia dari jerat kegelapan dan kebodohan. Pendidikan harus mampu menjadi motor penggerak pembebasan masyarakat dari segala kebodohan dan kemiskinan, bukan justru membelenggu masyarakat. Begitu juga dengan kebijakan pendidikan (ayo ni buat kawan-kawan mahasiswa AKP UNY), mengapa selama ini kebijakan dalam pendidikan tidak membebaskan orang dari jeratan kemiskinan? Yang bebas hanya orang kaya, karena punya kuasa sosial dan modal ekonomi, sementara kita melihat masyarakat miskin makin miskin dan tertindas. Humanisasi dalam pendidikan punharus didasari keimanan (nurani). Hal ini agar sistem pendidikan tidak mendewakan pada kepentingan manusia semata, namun juga kepentingan bersama untuk keselamatan di dunia maupun alam setelah kematian tiba. Dengan keimanan, akan terbangun tanggungjawab moral bersama, tidak individualis dan tidak mengejar materi dunia semata. MARI BANGKIT BANGSAKU!

LIHATLAH kawan! Ini benar-benar terjadi di negeri kita tercinta ini. Dan itu tak kan kita lihat manakala hanya nongkrong di bangku kampus, atau mungkin kongkow bersama teman-teman di MALL. TEGAKAH kita melihat kawan-kawan saudara setanah air kita menderita dihimpit kemiskinan seperti saat ini. Inilah saatnya kita para “MAHASISWA” khususnya, mari bersama-sama membuka mata hati kita. Bersyukurlah kita bisa berdandan keren, tampil cantik dan tampan, duduk di bangku kampus, menikmati dinginnya ruangan kelas ber-AC, dan fasilitas-fasilitaas lainnya. Sementara mereka para saudara-saudara kita yang miskin, harus berjuang hidup di jalanan hanya demi sesuap nasi untuk bertahan hidup. Saatnya “OPEN YOUR HEART, OPEN YOUR MIND”

INI BUKAN SENSASI! INGAT Keterbatasan dan Ketidaknyamanan terkadang justru membuat kita menjadi semakin “KRITIS dan BIJAKSANA”

Ditulis oleh Cipta Cinta Damai AD99
Citizen Journalism ANGKATAN DAMAI

Tulisan ini dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta
Dilarang meng-copy paste tulisan ini tanpa se-izin dan lisensi dari penulis Cipta Cinta Damai AD99

Jumat, 14 Mei 2010

1001 Pesona Kota PURWOREJO "Berirama"

Cipta Cinta Damai @ Citizen Journalism_AD99


Anda tahu kota Purworejo?

Okey, saya yakin pasti anda sekalian ada yang sudah pernah dengar yang namanya kota Purworejo, atau bahkan mungkin pernah mengambah langsung tanah Purworejo. Pada kali ini saya sebagai seorang Citizen Blogger Journalizm asal Purworejo akan mencoba sedikit membahas tentang Pesona dan seluk beluk kota Purworejo.


Kabupaten Purworejo (Bahasa Jawa: purwareja), adalah sebuah kabupaten yang cukup dikenal di Provinsi Jawa Tengah. Ibukota berada di kota Purworejo. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Magelang di utara, Kabupaten Kulon Progo (Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di timur), Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Kebumen di sebelah barat.



Bagian selatan wilayah Kabupaten Purworejo merupakan dataran rendah. Bagian utara berupa pegunungan, bagian dari Pegunungan Serayu. Di perbatasan dengan DIY, membujur Pegunungan Menoreh. Purworejo berada di jalur utama lintas selatan Pulau Jawa. Kabupaten ini juga dilintasi jalur kereta api, dengan stasiun terbesarnya di Kutoarjo.


Sejarah singkat Kota Purworejo

Salah satu bukti yang merupakan tonggak sejarah kota Purworejo yaitu Prasasti Kayu Ara Hiwang. Prasasti Kayu Ara Hiwang ditemukan di Desa Boro Wetan (Kecamatan Banyuurip), jika dikonversikan dengan kalender Masehi adalah tanggal 5 Oktober 901. Ini menunjukkan telah adanya pemukiman sebelum tanggal itu. Bujangga Manik, dalam petualangannya yang diduga dilakukan pada abad ke-15 juga melewati daerah ini dalam perjalanan pulang dari Bali ke Pakuan. Pada masa Kesultanan Mataram hingga abad ke-19 wilayah ini lebih dikenal sebagai Bagelen (dibaca /ba·gÉ™·lÉ›n/). Saat ini Bagelen malah hanya menjadi sebuah kecamatan di kabupaten ini. Setelah Kadipaten Bagelen diserahkan penguasaannya kepada Hindia-Belanda oleh pihak Kesultanan Yogyakarta (akibat Perang Diponegoro), wilayah ini digabung ke dalam Karesidenan Kedu dan menjadi kabupaten. Belanda membangun pemukiman baru yang diberi nama Purworejo sebagai pusat pemerintahan (sampai sekarang) dengan tata kota rancangan insinyur Belanda, meskipun tetap mengambil unsur-unsur tradisi Jawa. Kota baru ini adalah kota tangsi militer, dan sejumlah tentara Belanda asal Pantai Emas (sekarang Ghana), Afrika Barat, yang dikenal sebagai Belanda Hitam dipusatkan pemukimannya di sini. Sejumlah bangunan tua bergaya indisch masih terawat dan digunakan hingga kini, seperti Masjid Jami' Purworejo (tahun 1834), rumah dinas bupati (tahun 1840), dan bangunan yang sekarang dikenal sebagai Gereja GPIB (tahun 1879).Alun-alun Purworejo, seluas 6 hektar, konon adalah yang terluas di Pulau Jawa. Mau buktikan? Silahkan berkunjung ke Purworejo, hehehe...


Terus apa sih Pesona dari sebuah Kota Purworejo?


Dalam bidang pariwisata, purworejo mengandalkan pantainya di sebelah selatan yang bernama "Pantai Ketawang", "Pantai Jatimalang". di samping itu ada pula pesona gua-gua yang indah dan menantang , seperti "Gua Selokarang" dan "Sendang Sono". Di Sendang Sono (artinya : Kolam dibawah pohon Sono) masyarakat mempercayai bahwa mandi disendang tersebut akan dapat mempertahankan keremajaan. Goa Seplawan, terdapat di kecamatan Kaligesing. Goa ini banyak diminati wisatawan karena keindahan goa yang masih asli dan juga keindahan pemandangan alamnya serta hasil buah durian dan kambing ettawa sebagai salah satu ciri khas hewan ternak di Kabupaten Purworejo. Disamping itu, terdapat juga air terjun "Curug Muncar" dengan ketinggian ± 40m yang terletak di kecamatan Bruno dengan panorama alam yang masih alami. gua pencu di desa ngandagan,merupakan bentuk benteng seperti gua pada zaman belanda; dan pada masa itu gua pencu pernah didatangi oleh presiden sukarno. Tapi sekarang sudah tidak terawat karena (MAAF) kurang pedulinya aparatur pemerintahan desa. Dan jika anda ingin menikmati suasana sejuknya alam di sana anda tinggal melanjutkan perjalanan ke utara, karena di sana anda dapat menemukan hutan pinus yang sangat sejuk dan dingin dengan panorama pegunungan dimana hamparan ladang petani yang permai dapat kita lihat.

KESENIAN Purworejo

Daya tarik lain dari kota Purworejo yaitu kesenian. Purworejo memiliki kesenian yang khas, yaitu dolalak. Dolalak merupakan tarian tradisional Purworejo yang diiringi musik perkusi tradisional seperti : Bedug, rebana, kendang, dsb. Tari dolalak merupakan tarian khas daerah Purworejo. Tari ini merupakan percampuran antar budaya Jawa dan budaya barat. Pada masa penjajahan Belanda, para serdadu Belanda sering menari-nari dengan menggunakan seragam militernya dan diiringi dengan nyanyian yang berisi sindiran sehingga merupakan pantun. Kata dolalak sebenarnya berasal dari notasi Do La La yang merupakan bagian dari notasi do re mi fa so la si do yang kemudian berkembang dalam logat Jawa menjadi Dolalak yang sampai sekarang ini tarian ini menjadi Dolalak. Satu kelompok penari terdiri dari 12 orang penari, dimana satu kelompok terdiri dari satu jenis gender saja (seluruhnya pria, atau seluruhnya wanita). Kostum mereka terdiri dari : Topi pet (seperti petugas stasiun kereta), rompi hitam, celana hitam, kacamata hitam, dan berkaos kaki tanpa sepatu (karena menarinya di atas tikar). Biasanya para penari dibacakan mantra hingga menari dalam kondisi trance (biasanya diminta untuk makan padi, tebu, kelapa,dsb).Ketika dalam kondisi kesurupan (tak sadar) kadang hingga ada yang sampai makan beling kaca, bunga, dll.


Dzikir Saman mengadopsi kesenian tradisional aceh dan bernuansa islami, dengan penari yang terdiri dari 20 pria memakai busana muslim dan bersarung, nama Dzikir Saman diambil dari kata samaniyah (arab, artinya : sembilan), yang dimaksudkan sembilan adegan dzikir. diiringi musik perkusi islami ditambah kibord dan gitar. pada jeda tiap adegan disisipi musik-musik yang direquest oleh penonton). Ada pula kesenian Kuda Lumping (Jawa : jaran kepang). Masih penasaran? Ayo mampir ke kota Purworejo. hehehe...


Apakah Purworejo punya Tokoh-tokoh Nasioanal yang bisa di banggakan?


Yupz, kabupaten dimana pernah tinggal Pahlawan Nasioanal almarhum Sarwo Edhie Wibowo yang merupakan mertua dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini memang mempunyai beberapa tokoh Nasioanal, bahkan kini telah abadi menjadi para Pahlawan Nasional. Dari catatan sejarah yang berhasil Penulis dapatkan diantaranya yaitu: Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani (pahlawan revolusi); Letnan Jenderal Urip Sumohardjo Oerip Soemohardjo (pendiri TNI); Danurwindo (mantan pemain dan pelatih Timnas Indonesia, asli Kutoarjo); Bapak Erman Suparno (mentri Tenaga Kerja Kabinet Indonesia Bersatu jilid I); Wage Rudolf Soepratman (pencipta lagu kebangsaan "Indonesia Raya", masih menjadi perdebatan).


Wisata Kuliner apa yang terkenal di Purworejo?


Jika Anda berkunjung ke Purworejo banyak sekali wisata kuliner yang merupakan ciri khas dari kota asal Ibu Negara ini. Diantaranya yaitu :

* Geblek : makanan yang terbuat dari tepung singkong yang dibentuk seperti cincin, digoreng gurih
* Lanting : makanan ini bahan dan bentuknya hampir sama dengan geblek, hanya saja ukurannya lebih kecil. Setelah digoreng lanting terasa lebih keras daripada geblek. Namun tetap terasa gurih dan renyah.
* Krimpying : Makanan ini berbahan dasar singkong, seperti lanting tapi berukuran lebih besar dan lebih keras, berwarna krem, bentuknya bulat tidak seperti lanting yang umumnya berbentuk seperti angka delapan.Rasa makanan ini gurih.
* Tiwul punel: Terbuat dari gaplek ubi kayu
* Dawet Hitam: sejenis cendol yang berwarna hitam, sangat digemari pemudik dari Jakarta, dan luar kota lainnya
* Clorot : makanan terbuat dari tepung beras dan gula merah yang dimasak dalam pilinan daun kelapa.
* Rengginang : gorengan makanan yang terbuat dari ketan yang dimasak, berbentuk bulat, gepeng.
* Kue Satu : Makanan ini terbuat dari tepung ketan, berbentuk kotak kecil berwarna krem, dan rasanya manis.
* Kue Lompong : Berwarna hitam, dari gandum berisi kacang dan dibugkus dengan daun pisang yang telah coklat (klaras)
* Tahu Kupat (beberapa wilayah menyebut "kupat tahu"), sebuah masakan yang berbahan dasar tahu dengan bumbu pedas yang terbuat dari gula jawa cair dan sayuran seperti kol dan kecambah.

Itulah beberapa makanan khas dari Purworejo yang siap memanjakan lidah dan membuat Anda ketagihan pastinya. Dijamin Maknyus...hehehe



MASIH PENASARAN dengan 1001 Pesona Kota PURWOREJO "Berirama"???

Kalau memang masih penasaran jangan lupa ayo berkunjung ke Kota Purworejo. Dijamin Anda gak bakal kecewa. Jangan lupa beli oleh-olehnya mampir di Warung Pundensari, pinggir jalan ( hehehe...promosi). Bagi para wartawan cetak ataupun TV, citizen journalism, backpackers, dan mungkin juga produser; ayo silahkan berkunjung ke Purworejo. Kota Purworejo sangat kaya akan inspirasi, budaya dan pesona lainnya. Atau mungkin para produser yang mau kontrak mas Cipta jadi artis juga bisa. LhOo....wkwkwk


Ditulis oleh Cipta Cinta Damai AD99

Citizen Journalism ANGKATAN DAMAI


Tulisan ini dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta

Dilarang meng-copy paste tulisan ini tanpa se-izin dan lisensi dari penulis Cipta Cinta Damai AD99