Jumat, 25 Juni 2010

MENGENANG "Sajak Sebatang Lisong" W.S RENDRA

Sajak Sebatang Lisong


menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya
mendengar 130 juta rakyat
dan di langit
dua tiga cukung mengangkang
berak di atas kepala mereka


matahari terbit
fajar tiba
dan aku melihat delapan juta kanak - kanak
tanpa pendidikan


aku bertanya
tetapi pertanyaan - pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet
dan papantulis - papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan


delapan juta kanak - kanak
menghadapi satu jalan panjang
tanpa pilihan
tanpa pepohonan
tanpa dangau persinggahan
tanpa ada bayangan ujungnya
..........................


menghisap udara
yang disemprot deodorant
aku melihat sarjana - sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiunan


dan di langit
para teknokrat berkata :


bahwa bangsa kita adalah malas
bahwa bangsa mesti dibangun
mesti di up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor


gunung - gunung menjulang
langit pesta warna di dalam senjakala
dan aku melihat
protes - protes yang terpendam
terhimpit di bawah tilam


aku bertanya
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair - penyair salon
yang bersajak tentang anggur dan rembulan
sementara ketidak adilan terjadi disampingnya
dan delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan
termangu - mangu di kaki dewi kesenian


bunga - bunga bangsa tahun depan
berkunang - kunang pandang matanya
di bawah iklan berlampu neon
berjuta - juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau
menjadi karang di bawah muka samodra
.................................


kita mesti berhenti membeli rumus - rumus asing
diktat - diktat hanya boleh memberi metode
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan
kita mesti keluar ke jalan raya
keluar ke desa - desa
mencatat sendiri semua gejala
dan menghayati persoalan yang nyata


inilah sajakku
pamplet masa darurat
apakah artinya kesenian
bila terpisah dari derita lingkungan
apakah artinya berpikir
bila terpisah dari masalah kehidupan


RENDRA
( ITB Bandung - 19 Agustus 1978 )

KRIMINALITAS MENINGKAT, MASIHKAH "JOGJA BERHATI NYAMAN"?

oleh Cipta Cinta Damai - Google - Blogger

Maraknya kejahatan jalanan malam hari pada akhir-akhir ini di wilayah Yogyakarta menimbulkan keresahan warga. Belum lagi beredarnya pesan singkat berantai lewat SMS, lewat situs jejaring sosial facebook, hingga kaskus terkait maraknya kejahatan di wilayah Yogyakarta.

SMS dan informasi itu kurang lebih menyebutkan bahwa jalan-jalan yang perlu diwaspadai selepas pukul 21.00, di antaranya Jalan Magelang, Jalan Lingkar Utara di wilayah Depok sampai Jalan Solo, depan pertokoan Casa Grande, Maguwo, Condong Catur, Selokan Mataram, Jalan Kaliurang, dan jalan- jalan di utara Jalan Lingkar Utara.

Menurut informasi yang berkembang, dalam SMS tersebut disebutkan pula bahwa daerah-daerah yang umumnya sepi dan minim penerangan di malam hari itu sering terjadi penodongan dengan pistol, pembacokan, dan pencurian kendaraan bermotor. Pernah disebutkan pula, tujuh korban terjadi dalam semalam.

Dalam pengamatan penulis masih banyak sekali preman-preman yang berkeliaran di seputar wilayah kampus di kota Yogyakarta. Mereka kerapkali nongkrong di wilayah yang dianggap sepi dan jarang ada patrol. Penulis juga sering mendengar adanya kasus pencurian motor, helm, laptop, dsb di kawasan kos mahasiswa.
Terlepas dari maraknya kriminalitas di Yogyakarta akhir-akhir ini khususnya pada malam hari tentu sangat meresahkan berbagai pihak, mulai dari warga hingga mahasiswa. Mahasiswa yang sedang menuntut ilmu pun menjadi was-was ketika tinggal di Yogyakarta yang katanya “BERHATI NYAMAN” itu. Mahasiswa yang sering kali dituntut oleh tugas-tugas kuliah hingga harus pulang larut malam, menjadi tidak berani dan dihantui oleh rasa takut.

Menurut analisa penulis, maraknya aksi kriminalitas di kota Yogyakarta akhir-akhir ini akan sangat berpengaruh terhadap “image” kota Yogyakarta di mata masyarakat. Pada akhirnya jargon Yogyakarta Berhati Nyaman” pun diragukan oleh berbagai pihak,khususnya masyarakat di luar kota Yogyakarta. Padahal belum lama ini pun “image” kota Pelajar ini telah mulai di pandang miring oleh kalangan umum karena maraknya pergaulan bebas di kota yang kental akan nilai-nilai filosofi jawa dan budaya luhur-nya itu.
Pada akhirnya menurut pandangan penulis, jika fenomena ini tidak dipahami secara kritis dan arif oleh berbagai pihak yang terkait, khususnya Pemerintah DIY, maka penulis khawatirkan ini akan mengakibatkan turunnya minat pelajar atau mahasiswa dari luar DIY untuk menuntut ilmu di kota Pelajar” ini. Bahkan dari pengamatan dan perbincangan penulis terhadab beberapa warga selama ini, mereka merasa sangat khawatir ketika akan melepaskan putra-putri-nya untuk sekolah atau kuliah di kota Yogyakarta. Mereka mengaku takut putra-putrinya terjerumus pada peergaulan bebas (free sex), hingga rusak moralnya.

Rekomendasi Penulis sbb:
Kepada pihak Kepolisian khususnya dalam hal ini, Kepolisisan wilayah DIY sebaiknya meningkatkan intensitas dalam berpatroli di kawasan-kawasan yang di-isu-kan tersebut. Disamping itu menurut penulis perlu ditingkatkan jumlah personil Intel Polisi di daerah kawasan kampus yang rawan kriminalitas. Pihak Kepolisian juga harus meningkatkan kesiagaan di daerah-daerah yang sepi dan kurang penerangan, khususnya di malam hari. Dan perlu adanya razia maupun penjaringan preman-preman secara rutin dan mendadak di titik-titik rawan tertentu.


Salam PEACE selalu...