Rabu, 30 Juni 2010

SUPERIORITAS MORAL

Menurut Carl G. Jung, sikap superioritas moral merupakan akar dari kebrutalan manusia yang akan membawa kerusakan di dunia. Masih menurut Jung, siapa saja yang merasa diri-nya paling bermoral, baik itu sebagai individu atau sebagai bangsa, biasanya akan sangat membenci keburukan yang ia lihat pada orang lain. Sehingga mereka yang memiliki “superioritas moral” biasanya meyakini bahwa membasmi keburukan yang ada di hadapan-nya adalah hal yang mulia.

Carl G. Jung memberikan contoh kekejaman Nazi dalam analisis-nya. Dalam kekejaman Nazi kala itu, banyak bangsa Jerman yang mengidentifikasikan diri-nya dengan kebesaran bangsa Aria. Waktu itu mereka konon meyakini bahwa bangsa Aria adalah bangsa yang terbaik. Hal itu-lah yang selalu dipropagandakan oleh Hitler, sehingga banyak yang mendukung kebijakan-nya saat itu. Walau tindakan Hitler sangat kejam, namun tetap dibenarkan oleh para pendukungnya yang meyakini bahwa tindakan Hitler didasari atas tujuan “mulia”. Superioritas moral sebuah bangsa memang sebuah ancaman bagi dunia ini, terutama jika superioritas moral itu ada pada bangsa-bangsa yang merasa di atas angin.

Salah satu contoh “superioritas moral” yang ada saat ini adalah (maaf) Amerika Serikat. Sudah lebih dari 100 tahun bangsa Amerika percaya pada superioritas moral-nya. Konon ini berlangsung sejak Menteri Luar Negeri Elihu Root, berkata pada tahun 1899 ketika perang Amerika-Spanyol berlangsung. Menurutnya kala itu tentara Amerika adalah “different from all other soldiers of all other countries since the world began. He is the advance guard of liberty and justice, of law and order and of peace and happiness”. Hal ini membuat bangsa Amerika semakin yakin bahwa Amerika adalah Negara yang paling bermoral diantara Negara-negara di dunia. 

Superioritas moral itu-lah yang membuat mereka kini menjadi bangsa yang paling disegani di dunia. Bahkan PBB pun seolah tunduk pada Amerika, terbukti banyak resolusi yang menyangkut kemerdekaan Palestina yang ditolak melalui veto Amerika. Merasa paling bermoral membuat Amerika seringkali tidak mau tunduk pada keputusan multilateral PBB. Mungkin mereka meyakini bahwa tunduk kepada Negara-negara lain yang tergabung di PBB (yang menurut Amerika moralitasnya lebih rendah), merupakan tindakan yang tidak bermoral. Ironis sekali…!

Pemerintah Amerika selama ini selalu mengaku bahwa AS merupakan Negara yang paling menjunjung tinggi nilai-nilai HAM, kebebasan, dan demokrasi. Sehingga Amerika mendeklarasikan Negara-nya sebagai “Polisi Dunia”. Sebagai “Polisi Dunia” seharusnya sudah menjadi kewajibannya menjaga keamanan dan ketertiban Dunia. Namun pada kenyataan-nya lagi-lagi Amerika sering kali merasa “paling suci”, hingga menyalahgunakan “kedigdayaan-nya” itu. Invasi ke negara Irak adalah salah satunya contonya.

Penulis melihat sepertinya bangsa Israel yang merupakan anak kesayangan dari negara Amerika pun tidak jauh dari sang induknya. Bangsa Israel merasa sebagai bangsa yang terbaik di dunia, hingga mereka mendapat dukungan penuh dari Amerika. Warga Gaza-Palestina pun selalu menjadi korban akan "superioritas moral" bangsa Israel yang didukung oleh Amerika. Tanpa ampun mereka bom bardir warga Gaza di tanah airnya sendiri. Anak-anak, perempuan, hingga tempat-tempat ibadah tak luput dari kebrutalan bangsa dengan "superioritas moral" nya itu.

Waspadalah selalu "superioritas moral" sebuah bangsa dan negara yang marak saat ini...! Tunggu kelanjutan-nya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar