Oleh Cipta Cinta Damai
Banyak sekali isu-isu kontemporer pendidikan yang berkembang di Indonesia saat ini. Isu-isu tersebut menarik perhatian berbagai pihak, mulai dari para pendidik, pengamat, analis, praktisi pendidikan, hingga masyarakat luas. Kontemporer itu artinya kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini . Isu kontemporer pendidikan yang paling hangat saat ini adalah terkait "Pendidikan Karakter".
REVITALISASI PENDIDIKAN KARAKTER
Munculnya gagasan tentang pendidikan karakter pada akhir-akhir ini cukup menarik perhatian berbagai kalangan masyarakat. Tidak bisa dipungkiri pendidikan karakter memang sangat urgen bagi bangsa Indonesia, terutama untuk mempersiapkan generasi muda sebagai para calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Melalui pendidikan karakter diharapkan mampu mencetak para generasi abad 21 yang tidak hanya “pintar” logikanya, akan tetapi juga mewarisi karakter bangsa yang luhur. Untuk itulah revitalisasi pendidikan karakter menjadi sebuah program yang sangat penting.
Seperti kita ketahui bersama saat ini tampak begitu jelas dekadensi moral yang sedang menjangkit bangsa ini. Hasil survey terakhir terhadap pergaulan bebas pada remaja kita amat mengkhawatirkan. Kesadaran masyarakat akan budaya kebersihan semakin menurun. Kepedulian masyarakat terhadap lingkungan semakin memprihatinkan. Masih banyak masyarakat yang memanfaatkan sungai sebagai layaknya TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah hingga mengakibatkan bencana banjir. Budaya antre dan sopan-santun semakin pudar ditelan oleh arus zaman globalisasi. Materialistik, konsumerisme, hedonisme, sekulerisme dan individualistic kini secara perlahan tapi pasti telah menginternalized dalam masyarakat. Pelanggaran lalu lintas dan tata tertib menjadi budaya baru yang seolah mengokohkan sebuah anekdot bahwa “hukum dan tata tertib memang dibuat untuk dilanggar”. Di sisi lain kasus-kasus kekerasan, plagiarisme, illegal logging dan korupsi pun kian menjamur. Inilah beberapa fakta yang dapat menjadi pertimbangan dan renungan bangsa ini betapa urgen-nya moral and character building bagi terwujudnya bangsa Indonesia yang unggul dan beradab.
Dalam pelaksanaan pendidikan karakter memang tidak semudah yang kita bayangkan. Butuh proses yang cukup lama dan SDM yang unggul dalam pengimplementasian-nya. Pendidikan karakter juga harus dilakukan secara holistic dan terintegrasi. Untuk itu pendidikan karakter tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada sekolah. Masyarakat perlu diberikan penyadaran bahwa pendidikan karakter merupakan tanggung jawab bersama. Menurut hemat penulis, untuk memaksimalkan tercapainya program pendidikan karakter sangat dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak dan lapisan masyarakat secara terpadu. Mulai dari pihak keluarga,
sekolah, lingkungan sosial masyarakat, institusi kepolisian hingga media cetak maupun elektronik yang turut berpengaruh dalam pembentukan karakter seorang anak.
Yang pertama pihak keluarga. Keluarga merupakan wahana pendidikan karakter yang paling utama bagi seorang anak. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini di dalam lingkungan keluarga. Usia dini merupakan masa emas yang sangat efektif bagi pembentukan karakter seseorang. Dalam hal inilah dituntut adanya kesadaran orang tua untuk menanamkan nilai-nilai karakter positif ke dalam jiwa anak mereka. Keluarga atau orang tua harus selalu memberikan nasihat-nasihat positif serta menunjukkan kesuritauladanan yang baik dihadapan anak mereka. Orang tua sebisa mungkin harus berusaha menciptakan kondisi rumah yang nyaman bagi anak mereka. Tentunya sebuah rumah yang dibalut dengan cinta, kasih sayang serta kultur demokratis di dalamnya.
Yang kedua pihak sekolah. Sekolah merupakan wahana yang sangat efektif sebagai tempat pembinaan dan pengembangan karakter secara terintegrasi melalui para pendidik di luar lingkup keluarga. Untuk itu diharapkan sekolah mampu menjadi motor penggerak dalam pembangunan karakter bangsa (moral and chaakter building). Untuk itu suasana dan kultur sekolah harus dikondisikan dimana nilai-nilai luhur amat sangat dijunjung tinggi oleh seluruh warga sekolah. Para pendidik harus selalu berusaha menunjukkan sikap kesuritauladanan yang positif dalam menghayati nilai-nilai luhur yang mereka ajarkan. Pendidik (guru) harus berusaha mengintegrasikan setiap matapelajaran yang diajarkan dengan nilai-nilai penghayatan yang perlu ditekankan kepada para siswa, ini sering dikenal dengan istilah hidden curriculum. Di samping itu menurut hemat penulis pendidikan karakter di sekolah juga perlu diintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan ekstra-kurikuler, semisal PMR, OSIS, Kepramukaan, pembinaan kerohanian, olahraga, bakti sosial, dll.
Yang ketiga lingkungan sosial masyarakat. Lingkungan sosial masyarakat sangat berpengaruh terhadap berhasil-tidaknya proses character building pada seorang anak. Untuk itu sekali lagi penulis tekankan perlu adanya penyadaran kepada masyarakat melalui berbagai media dan cara bahwa pendidikan karakter merupakan tanggungjawab kita bersama. Maka diharapkan masyarakat turut berperan aktif dalam menciptakan lingkungan sosial masyarakat yang kondusif serta kultur masyarakat yang mendukung bagi tumbuhkembang seorang anak.
Yang keempat pihak institusi Kepolisian. Dalam implementasi pendidikan karakter tentu perlu adanya dukungan dan kerjasama dari institusi Kepolisian. Untuk itu harus dijalin kerjasama yang kuat antara pihak sekolah dan institusi Kepolisian. Kerjasama tersebut dapat meliputi berbagai hal, antaralain yaitu; penyuluhan tertib berlalu-lintas, gerakan sekolah bebas miras dan narkoba, swipping terhadap benda-benda terlarang (cd/gambar porno, HP ber-film porno, senjata tajam,dll), pelatihan kepemimpinan, penertiban terhadap siswa yang bolos pada jam-jam sekolah, pencegahan tawuran antar pelajar, dsb.
Yang kelima pihak Media (cetak maupun elektronik). Pengaruh media baik cetak maupun elektronik terhadap perkembangan mental dan moral (karakter) pada seorang anak sangat besar. Penulis pun sering mengamati adanya agresivitas yang berlebihan pada seorang anak setelah ia menonton sebuah film perang di TV. Bahkan dari data survey yang dilakukan oleh BKKBN terakhir menyebutkan bahwa cukup banyak remaja kita saat ini yang telah mempraktikan kissing, netting, petting hingga intercourse (knpi) yang pada umumnya terinspirasi dari tayangan yang diekspose melalui media contohnya TV, internet, majalah porno, video porno, dsb. Kebebasan pun sering kali disalahgunakan oleh media-media yang tidak bertanggungjawab demi mengejar keuntungan semata, tanpa mempedulikan dampak dari tayangan tersebut. Contohnya saja kini makin menjamur film-film bioskop horor yang dibumbui oleh pornografi dan pornoaksi. Di luar semua ini masih banyak lagi kasus-kasus lainnya yang perlu adanya kesadaran dan kepedulian kita bersama.
Itulah beberapa solusi yang dapat penulis rekomendasikan dalam rangka upaya revitalisasi pendidikan karakter bangsa Indonesia. Pada akhirnya Pendidikan Karakter (character building) sebagai upaya membangun keberadaban bangsa menjadi sebuah keharusan dan mendesak segera dilaksanakan. Jangan sampai ini semua berakhir sekedar wacana. Semoga...!